Perbudakan adalah suatu perbuatan atau keadaan yang membuat seseorang menjadi budak, yang merupakan objek properti yang dimiliki oleh orang lainnya. Perbudakan biasanya terjadi dengan orang yang diperbudak dibuat untuk melakukan beberapa bentuk pekerjaan oleh orang yang memilikinya.
Pada umumnya budak dibeli atau merupakan pemberian dari orang lain. Reaksi atau hubungan yang muncul antara budak dan pemiliknya di kemudian hari juga beragam, ada yang dimerdekakan, bahkan ada yang menjalin hubungan khusus antara budak dan tuannya. Salah satunya pernah terjadi pada Johan Gideon Loten, yang merupakan pejabat pemerintah Belanda di Makassar.
Johan Gideon Loten, lahir pada tanggal 16 Mei 1710 di Maartensdijk dekat Utrecht, Belanda. Pada tahun 1743, ia terpilih menjadi Gubernur Celebes di Makassar dari tahun 1744 hingga tahun 1750 untuk menggantikan Adriaan Hendrik Smout.
Baca juga: Kesuksesan Politik Adu Domba Cornelis Speelman
Loten adalah orang yang sangat terkenal dan luar biasa, selain menjabat sebagai Gubernur Celebes, ia juga pernah memegang jabatan Gubernur di Ceylon atau sekarang dikenal dengan nama Srilanka. Loten merupakan anggota dari perkumpulan Royal Society, juga seorang akademi ilmu pengetahuan Inggris.
Loten bukan hanya seorang administrator yang disegani, tetapi juga seorang naturalis yang terampil. Ia mempelajari dan menggambarkan keindahan alam di daerah-daerah tropis tempat di mana ia bertugas, oleh karena itu ia pernah dibuatkan sebuah monumen di Westminster Abbey.
Baca juga: Melihat Sulawesi Selatan di Masa Lalu Lewat Litografi
Johan Gideon Loten memiliki seorang istri yang bernama Anna Henriëtte van Beaumont. Loten juga memiliki seorang budak perempuan yang bernama Sitti.
Sitti sebenarnya merupakan seorang yang berasal dari Sulawesi Selatan, namun perjalanannya sebagai seorang budak membawanya sampai hingga Utrecht, Belanda.
Pada tahun 1752, ketika Loten menjadi gubernur Sulawesi dan tinggal di Makassar, menurut laporan, seorang pangeran setempat, La Temmassong Raja Bone, memberi Loten seorang budak perempuan yang bernama Sitti untuk mengurus putrinya yang masih berusia 16 tahun.
Baca juga: Raja Bone yang Dilengserkan Karena Memeluk Islam
Loten menggambarkan budak perempuan itu sebagai gadis tercantik yang pernah dilihatnya di Makassar. Ketika istrinya meninggal lebih dulu, dan kemudian putrinya, Loten memutuskan untuk kembali ke Belanda. Dia membawa Sitti bersamanya ke Belanda.
Di Belanda, Sitti melakukan pekerjaan rumah bersama dengan pelayan dan juru masak di rumah Loten. Menurut Alexander Raat, sejarawan yang menulis biografi Loten, Loten tidak lagi memandang Sitti sebagai seorang budaknya, melainkan hubungan yang lebih dekat lagi.
Baca juga: Sejarah Asal Muasal Penamaan Air Terjun Bantimurung di Maros
Loten tidak bisa menetap di Utrecht dan pindah ke London Inggris meninggalkan Sitti di Belanda. Di sana, Loten bekerja sebagai seorang naturalis yang sangat populer. Sitti juga datang ke London dua tahun kemudian dan menemani Loten dalam perjalanannya.
Menurut sejarawan Esther Captain yang mempublikasikan tentang kehidupan Loten di majalah Oud Utrecht, menuliskan bahwa hubungan Loten dan Sitti bukan lagi hubungan antara tuan dan budak.
Meskipun Loten menikah kembali dengan perempuan Eropa, namun dalam wasiatnya Loten meminta istrinya untuk merawat pelayan wanitanya Sitti dan akan terus menerima upah sebesar 220 Gulden Belanda atau 20 Pound sterling setiap tahunnya.
Pada tahun 1781, Loten kembali ke Utrecht Belanda karena masalah kesehatan bersama dengan istri dan pelayannya Sitti. Loten meninggal pada tahun 1789 dan dimakamkan di Jacobikerk.
mvakj7