Nampaknya inilah kutipan yang cocok untuk menggambarkan nasib salah seorang raja yang pernah memerintah di Sulawesi pada abad ke-17. Raja itu adalah La Tenri Ruwa yang memerintah di kerajaan Bone. Ia adalah raja yang tidak lama memerintah karena dilengserkan oleh rakyatnya sendiri hanya karena menerima ajaran Agama Islam.
La Tenri Ruwa naik tahta sebagai Raja Bone XI pada tahun 1611 menggantikan sepupunya, We Tenri Patuppu Matinroe ri Sidenreng. Ketika We Tenri Patuppu meninggal dunia, orang Bone sepakat untuk mengangkat La Tenri Ruwa menjadi raja di Bone.
Dalam Lontara Akkarungeng ri Bone disebutkan bahwa La Tenri Ruwa menikah dengan sepupunya We Baji atau We Dangke Lebae Datu Mario Riwawo. Dari pernikahannya itu lahirlah We Tenri Sui. We Tenri Sui menikah dengan To Lempe Arung Patojo saudara kandung Datu Soppeng Beowe.
Baca juga: Lontara’ Sebagai Sumber dalam Penulisan Sejarah di Sulawesi Selatan
La Tenri Ruwa adalah Raja Bone dengan masa pemerintahan yang paling singkat, hanya 3 bulan kemudian dilengserkan oleh Dewan Adat Pitu Kerajaan Bone.
Dikisahkan bahwa belum cukup tiga bulan La Tenri Ruwa memangku jabatan sebagai raja Bone, datanglah raja Gowa membawa Islam ke Bone.
Pada mulanya Penguasa Kerajaan Gowa meminta kepada Raja Bone La Tenri Ruwa menerima Agama Islam sebagai agama resmi di kerajaan Bone. Oleh karena menyangkut rakyat Banyak, maka perlu terlebih dahulu menyampaikan ke Dewan Adat Pitu Kerajaan Bone.
Ilustrasi La Tenri Ruwa berdiskusi dengan para Dewan Adat Pitue. Foto: Ensiklopedia Sejarah Sulawesi Selatan. |
Berkatalah La Tenri Ruwa kepada orang Bone. ”Kalian telah mengangkat saya menjadi raja untuk membawa Bone kepada jalan yang baik. Raja Gowa datang membawa Agama Islam yang menurutnya adalah kebaikan yang harus disebarkan. Sesuai dengan perjanjian kita yang lalu, siapa yang mendapatkan kebaikan, dialah yang berkewajiban menunjukkan jalan. Oleh karena itu saya mengajak kalian untuk menerima Islam.”
Rupanya Dewan Adat Pitu menolak menerima ajakan Kerajaan Gowa masuk Islam. Lontara Akkarungeng ri Bone juga menceritakan penolakan rakyat Bone itu untuk menerima Islam.
Baca juga: Masuknya Agama Islam di Kerajaan Luwu
Raja Gowa berkata. ”Menurutku Islam adalah kebaikan dan dapat mendatangkan cahaya terang bagi kita. Oleh karena itu saya berpegang pada agama Nabi. Kalau engkau menerima pendapatku, maka Bone dan Gowa akan menjadi besar untuk bersembah kepada Tuhan Yang Maha Esa.”
Menyambut seruan Raja Gowa tersebut, maka berkatalah La Tenri Ruwa kepada rakyatnya. “Kalau kalian tidak menerima baik maksud Raja Gowa, padahal dia benar, dia pasti masih memerangi kita dan kalau kita kalah berarti kita menjadi hamba namanya. Tetapi kalau kalian menerima dengan baik, kita dijanji untuk berdamai. Kalau kita melawan, itu adalah wajar. Jangan kalian menyangka bahwa saya tidak mampu untuk melawannya.”
Sketsa La Tenri Ruwa. Foto: geni.com |
Ketika itu semua orang Bone menolak Islam. Raja Bone La Tenri Ruwa hanya diam, karena dia sudah tahu bahwa orang Bone berpendapat lain. Masyarakat Bone pada masa itu menolak ajakan Gowa untuk masuk Islam karena mengira itu hanyalah akal-akalan Gowa supaya bisa mendominasi kekuasaan di Sulawesi.
Lalu La Tenri Ruwa kemudian lebih memilih mengungsi ke Pattiro. Masyarakat Pattiro juga menolak memeluk Islam, kemudian tidak lama berselang datang utusan Dewan Adat Pitu Bone memberitahukan pelengseran dirinya sebagai Raja Bone karena dianggap melalaikan tugasnya sebagai seorang raja.
Baca juga: Asal Usul Nama serta Sejarah Kemunculan Kerajaan Lamuru di Bone
Raja Gowa sangat marah mendengar perlakuan Dewan Adat Pitue Bone yang melengserkan seorang raja hanya karena menerima agama Islam. La Tenri Ruwa akhirnya meninggalkan Pattiro menuju Pallette bertemu dengan raja Gowa Sultan Alauddin dan meminta La Tenri Ruwa menyebut wilayah yang dikuasainya, setelah itu ia diminta mengucapkan Dua Kalimat Syahadat.
Selanjutnya raja Gowa mulai berperang dan melancarkan serangan demi serangan terhadap Bone, peperangan ini kemudian dikenal sebagai Musu Assellengeng atau perang pengislaman.
La Tenri Ruwa kemudian mengungsi ke Makassar dan tinggal bersama Datu Ri Bandang memperdalam Islam, dan diberi gelar dengan sebutan Sultan Adam. Setelah sekian lama tinggal di Makassar La Tenri Ruwa memutuskan berangkat ke Bantaeng untuk menyebarkan Agama Islam, disanalah La Tenri Ruwa akhirnya menghembuskan napas terakhir pada tanggal 28 Oktober 1631.
Tuliskan Komentar