Modern Sulsel

Presiden Sukarno Mengunjungi Kerajaan Bone

Sukarno di Makassar
Presiden Sukarno di Makassar. Dari Kiri ke Kanan: Raja Bone bersama istri, Raja Gowa, Presiden Sukarno, dan Raja Buton. Foto: Harian De Locomotief, 8 Agustus 1950.

Kita mengenang kembali Presiden Pertama Republik Indonesia Sukarno, yang akrab dipanggil Bung Karno. Selama hidup beliau sejak dari masa muda, lalu menjadi tokoh pergerakan nasional, dan menjadi Presiden Pertama Indonesia, sampai meninggal dunia diceritakan secara lugas dari perspektif sejarah dan perilaku organisasi.

Sukarno dikenal juga sebagai orator ulung yang ahli membangkitkan semangat, sosok negarawan paripurna dan masih banyak lagi alasan mengapa Bung Karno patut dikenang. Untuk alasan kenang-mengenang, masyarakat Bone di Sulawesi Selatan secara khusus punya kenangan tersendiri dengan Presiden Pertama Indonesia ini.

Dilansir dari telukbone.id, ketika Sukarno datang mengunjungi Kerajaan Bone di awal tahun 1950, untuk bertemu dengan Raja Bone ke-32 yang saat itu dijabat oleh Andi Mappanyukki, Ade Pitue Kerajaan Bone, dan seluruh Rakyat Bone dengan satu tujuan, mengajak Kerajaan Bone untuk bergabung ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca juga: Raja Bone yang Dilengserkan Karena Memeluk Islam

Memang pada saat itu Sukarno sedang gencar menyerukan persatuan, salah satunya dengan cara mengajak atau melobi kerajaan-kerajaan lokal di seluruh Nusantara untuk bergabung ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Seperti kebiasaan Sukarno kalau berpidato. Di Bone pun saat itu ia berpidato di depan Raja Bone, Ade Pitu kerajaan Bone dan rakyat Bone. Sukarno berorasi politik di atas sebuah meja kayu sebagai panggung dadakan.

Tempat pertemuan itu diadakan di gedung Bola Subbie atau gedung dewan adat Ade Pitue yang merupakan bekas Istana Raja Bone ke-31 Lapawawoi Karaeng Sigeri. Masyarakat Bone lebih mengenalnya dengan sebutan Bola Subbie atau Rumah yang dihiasi dengan ukiran khas Bone.

Saat ini gedung bersejarah tersebut dijadikan gedung Perpustakaan Daerah Kabupaten Bone di Jalan Merdeka Watampone.

Baca juga: Rumpa’na Bone: Perang Antara Bone Dengan Belanda (1859-1860)

Pemilihan tempat pertemuan di Bola Subbie punya alasan tersendiri. Bola Subbie adalah bekas istana Raja Bone Lapawawoi Karaeng Sigeri yang memiliki nilai sejarah bagi Kerajaan Bone. Istana tersebut pernah menjadi basis perlawanan rakyat Bone yang kemudian dihancurkan oleh Belanda ketika Rumpana Bone atau Perang Bone tahun 1905.

Harapannya dengan mengingatkan kembali kenangan tersebut, kesadaran patriotisme dan nasionalisme rakyat Bone akan semakin tergugah untuk mempertahankan kemerdekaannya dalam bingkai persatuan nasional.

Sukarno di Bone
Sukarno berpidato di Bola Subbie, Bone. Foto: telukbone.id

Saat berpidato, Sukarno melepas jas kebesarannya, kemejanya dilipat sampai di bawah siku. Sebuah penampilan tak biasa bagi Sukarno yang biasanya selalu tampil bangga dengan jas jenderal kebesarannya.

Pertanyaan pun muncul, apakah pada saat itu cuaca Kerajaan Bone begitu panas yang memaksanya harus melepas jas? Ataukah itu sebagai simbol bahwa dia tidak datang ke kerajaan Bone dengan nama besarnya sebagai Presiden Indonesia, tetapi sebagai manusia sebangsa yang ingin menggugah kesadaran persatuan bagi Kerajaan Bone?

Baca juga: Politik Pasifikasi: Upaya Belanda Menguasai Seluruh Wilayah Sulawesi Selatan

Sukarno mengawali pidatonya dengan memberi salam penghormatan kepada Raja Bone beserta Ade’ Pitu atau Dewan Adat kerajaan Bone beserta seluruhnya Rakyat Bone. Selanjutnya dia berterima kasih telah diperkenankan hadir di kerajaan Bone.

Pidatonya runtun dengan nada agak pelan namun tetap menggugah seluruh hadirin yang ada pada saat itu. Sukarno memaparkan pentingnya persatuan bagi seluruh rakyat dan kerajaan-kerajaan yang ada di nusantara khususnya Kerajaan Bone.

Jika kita bersatu padu dalam satu Negara Kesatuan Indonesia, maka yakinlah bahwa Imperialisme dan Kolonialisme dapat kita singkirkan dari seluruh Bumi Nusantara. Kita sekalian akan bersatu-padu, bergotongroyong memperkuat Indonesia kita tercinta yang merdeka, berdikari dan sejajar dengan Negara-negara besar lainnya.” Ungkap Sukarno dalam pidatonya.

Baca juga: Ketika Indonesia Mendirikan CONEFO dan GANEFO Untuk Menandingi PBB dan Olimpiade

Pesan persatuan inilah kemudian yang berhasil menggugah Raja Bone dan Ade’ Pitu kerajaan Bone beserta seluruh rakyat Bone untuk bergabung kedalam Negara Kesatuan Indonesia.

Setelah kedatangan Presiden Soekarno tersebut, tidak berselang lama pertemuan kedua diadakan di Yogyakarta bertempat di Keraton Yogyakarta. Kali ini pertemuan tersebut dihadiri oleh Raja-raja se-Nusantara termasuk Andi Mappanyukki Raja Bone, Andi Djemma Datu Luwu, dan Imangimangi Raja Gowa.

Dalam pertemuan tersebut dicapai kesepakatan bahwa tiga kerajaan besar yang ada di Sulawesi yakni Kerajaan Bone, Kerajaan Luwu, dan Kerajaan Gowa menyatakan diri bersedia masuk dan bergabung ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menindak lanjuti kesepakatan ini maka Kerajaan Bone kemudian berganti status menjadi daerah Swapraja yang dikemudian hari menjadi Kabupaten Bone hingga saat ini. Andi Mappanyukki sebagai Raja Bone sekaligus sebagai Kepala Daerah Bone.

Tuliskan Komentar