Andi Mattalatta adalah seorang tokoh pejuang kemerdekaan asal Barru yang juga tokoh olahraga Indonesia terutama dalam olahraga tinju, renang, ski air, serta memprakarsai pembangunan Stadion Mattoanging dan pernah menjadi ketua penyelenggara PON IV di Makassar.
Andi Mattalatta lahir di Barru, Sulawesi Selatan, pada 1 September 1920. Orang tuanya merupakan seorang bangsawan di Kerajaan Barru. Ayahnya bernama Pawiseang Daeng Ngerang Arung Mangempang Petta Pandegara, Raja Barru XVII merangkap Komandan Pasukan Kerajaan Barru. Ibunya, Majjajareng Daeng Kanang Petta Indo Datu Salonro, adalah putri dari Padduppa Datu Salonro Arung Ujung, Soppeng.
Istri Andi Mattalatta adalah Andi Sitti Aminah Daeng Pudji. Keduanya merupakan orang tua dari penyanyi Indonesia, Andi Meriem Matalatta yang dijuluki sebagai Mutiara Dari Selatan.
Awal kiprah di bidang olahraga
Saat masih berusia muda, Andi Mattalatta telah menunjukkan kehebatannya di bidang olahraga, terutama pada olehraga renang dan tinju. Pada olahraga renang, Andi Mattalatta sudah menunjukkan kehebatannya sejak tahun 1932, ia bahkan bisa menyisihkan atlet-atlet keturunan Belanda dalam renang gaya dada memperebutkan piala Ratu Wilhelmina der Nederlanden van Oranje Nassau di Makassar.
Di usia 15 tahun Mattalatta menjadi petinju yang mengawali prestasi di kelas bulu (55 kg) dengan meng-KO petinju Batavia, Kid Usman, kelas ringan (60 kg). Ia juga menjadi pelatih dibeberapa klub atlet karena kemahirannya.
Baca juga: Kisah Lucu Saat Jenderal M. Jusuf Berkunjung Ke Barru
Sosok pejuang kemerdekaan
Andi Mattalatta memiliki peranan penting selama perang kemerdekaan setelah Indonesia baru saja memproklamasikan kemerdekaannya. Selain berjuang dalam beberapa peperangan melawan Belanda di Jawa, Mattalatta juga pernah menerima mandat dari Jenderal Sudirman untuk mengirim ekspedisi ke Sulawesi dan membentuk satu divisi pasukan di Sulawesi.
Mandat itu diberikan setelah terisiar kabar bahwa Belanda akan membentuk negara boneka di Indonesia bagian Timur. Pada bulan November 1946, satu tahun setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, terdengar berita Dr.H.J. Van Mook dari Belanda akan membentuk negara boneka di Indonesia bagian Timur.
Sebelum siasat tersebut terlaksana, pihak militer Indonesia telah merencanakan mengirim pasukan ekspedisi ke Sulawesi. Gagasan tersebut disetujui oleh Markas Besar Tentara (MBT) di bawah panglima besar Sudirman, dan dijadikan bagian dari rencana kerja.
Pada tanggal 16 April 1946 dikeluarkan surat keputusan Panglima Besar yang menugaskan kepada tiga perwira asal Sulawesi yaitu Andi Mattalatta, Kahar Muzakkar, dan M. Saleh Lahade yang berasal dari Sulawesi untuk melaksanakan rencana kerja MBT, mereka bertiga merupakan pemegang mandat dari MBT.
Baca juga: Peranan Letkol M. Saleh Lahade pada Pemberontakan Permesta
Tugas yang diberikan MBT kepada pemegang mandat yaitu, melakukan persiapan pembentukan kader/pasukan yang akan dikirim ke Sulawesi, membentuk satu kekuatan divisi TRI di Sulawesi, dan menyampaikan laporan hasil tugas tersebut kepada Panglima Besar.
Persiapan pelaksanaan tugas ekspedisi ke Sulawesi dilakukan dengan membentuk Staf Komando Resimen Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi (TRIPS) yang dinamakan Resimen Hasanuddin. Adapun susunan staf pimpinan yaitu Letkol Kahar Muzakkar (Komandan Resimen), Mayor Andi Mattalatta (Wakil Komandan), dan Mayor M. Saleh Lahade (Kepala Staf).
Berdasarkan Surat Keputusan Panglima Besar tanggal 16 April 1946, para pewira Asal Sulawesi di yang berada Jawa ini diberi tugas menyusup ke Sulawesi Selatan.
Pasukan ekspedisi di bawah pimpinan komando Mayor Mattalatta mendarat di Pulau Panikiang pada tanggal 26 Desember 1946, keesokan harinya baru menyeberang ke Garongkong, Barru, selanjutnya menuju markas TRIPS di Salessoe, Soppeng Riaja.
Setelah seluruh pasukan ekspedisi tiba di Sulawesi, dengan segera direncanakanlah pertemuan semua badan perjuangan di daerah Sulawesi Selatan, berdasarkan isi mandat yang diberikan Panglima Besar Sudirman.
Diadakanlah konferensi di Paccekke, Barru, pertemuan dilangsungkan dari tanggal 20 hingga 22 Januari 1947. Pimpinan utama Konferensi Paccekke ialah Andi Mattalatta dan dibantu oleh M. Saleh Lahade.
Baca juga: Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi dan Konferensi Paccekke
Pada tanggal 21 Januari 1947, disepakati untuk membentuk kekuatan satu divisi (Divisi Hasanuddin). Dengan terlaksananya Konferensi Paccekke ini nantinya sangat berpengaruh besar dalam perkembangan perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang lebih terorganisir.
Pengalaman menumpas gerakan RMS
Ketika bertugas sebagai Komandan Batalyon di Parepare, Mayor Mattalatta mengharuskan semua anak buahnya untuk pandai berenang. Masalahnya, dia punya pengalaman pahit saat memimpin Gerakan Operasi Militer (GOM) di Pulau Haruku, Maluku Selatan ketika menumpas gerombolan Republik Maluku Selatan (RMS).
Prajurit yang tergabung dalam Batalyon 705 Mattalatta yang diberangkatkan 18 Desember 1950 banyak yang gugur bukan karena tertembak musuh, melainkan tenggelam ketika terjadi pendaratan pantai. “Soal kepandaian berenang sangat prinsip bagi seorang prajurit, dan itu harus dikuasai,” kata Andi Mattalatta dalam buku autobiografinya Meniti Siri dan Harga Diri.
Karena belum mengenal alat pelampung (lifevest), maka setiap yang berminat untuk belajar, harus terlebih dahulu pandai berenang. Itulah yang membuat Mattalatta puas sebab pasukannya yang berminat dengan olahraga yang ramai ditonton masyarakat itu, dengan sendirinya harus menguasai renang sehingga tidak perlu lagi repot melatih prajurit berenang.
Baca juga: Inilah Asal Usul Gelar Andi di Sulawesi Selatan
Ketertarikan pada Ski Air
Ketika menjadi Komandan Komando Pangkalan Militer Makassar tahun 1953, olahraga ski air berkembang pesat di Makassar dan menarik perhatian masyarakat luas.
Keinginan Mattalatta untuk mempelajari olahraga itu bangkit karena terobsesi film Easy to Love yang ditontonnya saat bertugas di Semarang. “Saya kagum pada tokoh film Easy to Love itu, berulang kali saya tonton dan itu film kesukaan saya,” katanya dalam wawancara khusus.
Pantai Lumpue, Kota Parepare, memiliki kesan sejarah yang tak terlupakan oleh Andi Mattalatta. Dari pantai indah berpasir putih yang terletak sekitar 163 km dari Kota Makassar itu, ia mulai merintis cikal bakal keberadaan olahraga ski air di Indonesia.
Ketiadaan fasilitas olahraga tersebut tidak mematahkan keinginannya, berbekal gambar speedboat yang diperoleh dari majalah Mechanic Illustrated, Mattalatta membawanya kepada Jo Thong Siang, seorang pembuat sekoci di Kota Makassar. Ia lalu memesan untuk dibuatkan dua buah sekoci type Runabout serta memesan motor tempel 35 PK melalui NV Jacohson van den Berg.
Dua minggu kemudian, alat-alat itu telah rampung. Namun, karena sulitnya mendapatkan papan ski, terpaksa ia membuat sendiri menggunakan papan sepanjang 1,70 m, lebar 0,20, pada ujungnya dilengkungkan. Ia juga membuat sepatu ski hanya dengan memakai sepatu kets yang diikat, sedangkan tali penariknya ski hanya menggunakan tali ijuk tanpa alat pegangan.
Baca juga: Kisah di Balik Pembangunan Tiga Monumen Bersejarah di Barru
Andi Mattalatta sering mengundang para perwira untuk memperoleh rekreasi segar agar membebaskan mereka dari kejenuhan tugas. Tak ketinggalan bangsa asing yang berdomisili di Makassar ikut belajar main ski air menyusuri pantai Makassar, Pulau Lae-Lae, Pulau Samalona dan Pulau Meroux yang sekarang bernama Pulau Kayangan.
Mendirikan POPSA
Tahun 1954, ayah kandung artis Andi Meriam Mattalatta ini mendirikan Persatuan Olahraga Perahu Motor dan Ski Air (POPSA) di Makassar dan membangun rumah klub di depan Fort Rotterdam, tepi pantai Kota Makassar. Hingga kini tempat itu masih menjadi pusat kegiatan olahraga air. Karena perannya mendirikan POPSA ini, Andi Mattalatta dijuluki sebagai Bapak Ski Air Indonesia.
Semua putra-putri Andi Mattalatta mahir bermain ski air mewarisi kemampuan alam yang dimiliki Andi Mattalatta. Mereka adalah Andi Hermien Mattalatta, Andi Muh Ilhamsyah Mattalatta, Andi Radlia Mattalatta, Andi Farida Mattalatta, Andi Meriam Mattalatta dan Andi Sorayantina Mattalatta.
Dua diantaranya merupakan atlet ski air yang cukup tangguh yaitu Andi Ilhamsyah, pernah mendapat gelar “seniman slalom” pada Kejurnas Ski 1972, dan Andi Sorayantina, putri bungsu Andi Mattalatta memiliki prestasi terbaik di PON X di Jakarta, 1981.
Baca juga: Andi Azis dan Pemberontakan Tanpa Korban Jiwa
Pembangunan Stadion Mattoanging dan Ketua Penyelenggara PON IV
Andi Mattalatta sangat peduli terhadap perkembangan olahraga, karena hal itu pada tahun 1952 Andi Mattalatta memprakarsai pembangunan Stadion Mattoanging Makassar yang dilengkapi gedung olahraga, kolam renang, serta fasilitas olahraga lainnya di Makassar.
Karena peranan Mattalatta dalam memajukan olahraga di Sulawesi Selata, ia ditunjuk menjadi tokoh penyelenggara Pekan Olahraga Nasional (PON) IV tahun 1957 di Kota Makassar.
Mattalatta meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 16 Oktober 2004 pada umur 84 tahun. Ia kemudian dimakamkan di pemakaman keluarga di Tana Maridie, Barru. Atas jasa-jasanya, namanya diabadikan sebagai nama stadion di Makassar yaitu Stadion Andi Mattalata yang dulunya bernama Stadion Mattoanging yang pernah ia bangun.
I haven’t read such a good article in a long time.