Pada awalnya di Kabupaten Barru terdapat beberapa kerajaan, salah satunya yaitu sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Nepo. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raja yang bernama Arung Labongngo. Dalam melaksanakan pemerintahannya, La Bongngo dibantu oleh Arung Patappuloe, juga dari suatu kelompok masyarakat di bawah pimpinan tokoh yang bernama Puang Ripakka.
Baca juga: Arung Patappuloe: Empat Puluh Raja yang Memerintah Secara Bersamaan
Yang menarik untuk ditelusuri riwayat kisahnya yaitu rombongan dari Puang Ripakka, sebuah kelompok masyarakat Suku Makassar yang berdiam di wilayah Bugis. Berdasarkan riwayat, pada awalnya rombongan Puang Ripakka itu berasal dari daerah Bajeng, Gowa. Puang Ripakka pertama kali ditemui di perairan kerajan Nepo, kemudian diminta untuk mendarat di suatu daerah yang berawa. Selanjutnya mereka diberikan tempat untuk mendirikan perkampungan dan membuka lahan persawahan.
Lukisan ilustrasi |
Di tempat itulah rombongan Puang Ripakka melaksanakan pekerjaan dengan baik, sampai sekarang tanah pertanian yang dibuatnya masih ada dan dimiliki oleh rakyat dan turunan Arung Mallusetasi.
Baca juga: Kisah Arung La Bongngo: Raja Nepo yang Dianggap Bodoh
Di samping membuka lahan pertanian, Puang Ripakka ternyata punya kegiatan yang selalu melanggar hukum kerajaan Nepo, yaitu melakukan perompakan di wilayah perairan. Tindakannya itu dilaporkan oleh rakyat Nepo kepada raja, sehingga rombongan Puang Ripakka dipindahkan ke tempat lain. Tetapi cara ini ternyata tidak menghentikan perilaku rombongan Puang Ripakka untuk selalu melakuan perampokan. Selanjutnya rombongan ini dipindahkan lagi ke Kampung Cangko. Di sana mereka kembali ditugaskan untuk mengerjakan lahan persawahan. Sawah-sawah ini juga sampai sekarang masih ada dan dimiliki oleh keturunan Arung Mallusetasi.
Meskipun telah dipindahkan beberapa kali, tetapi ternyata Puang Ripakka masih saja mengulangi perbuatannya untuk merampok. Terakhir, ia bersama rombongannya dipindahkan di atas pegunungan. Puang Ripakka kemudian diberi wilayah kekuasaan oleh Arung Nepo berdasarkan sejauh mana batas pandangannya, maka itulah yang menjadi wilayah kekuasaannya.
Puang Ripakka kemudian naik ke atas dahan pohon untuk melihat sejauh mana wilayah kekuasaannya sesuai pesan Arung Nepo bahwa kekuasaannya hanya di pegunungan dengan batas pandangan mata. Dalam Bahasa Bugis, dahan disebut pakka. Itu juga sebabnya sehingga ia dijuluki Puang Ripakka yang berarti tuan yang berada di atas dahan. Kampung itu kemudian diberi nama Kampung Pakka. [A. Rasyid Asba. 2010. Kerajaan Nepo, Sebuah Kearifan Lokal Dalam Sistem Politik Tradisional Bugis di Kabupaten Barru. Yogyakarta: Penerbit Ombak., hlm. 43-44].
Tuliskan Komentar