Barru Raya Budaya

Tradisi Mappadendang dan Mattojang di Paccekke

Mappadendang dan Mattojang

Tradisi mappadendang dan mattojang dilaksanakan masyarakat Desa Paccekkeq sebagai bentuk rasa syukur setelah melakukan panen serta sebagai bentuk penghormatan kepada Dewi Padi (Sangiyang Serri).

Tradisi mappadendang dan mattojang dilaksanakan masyarakat Desa Paccekkeq sebagai bentuk rasa syukur setelah melakukan panen serta sebagai bentuk penghormatan kepada Dewi Padi (Sangiyang Serri) agar mendapat keberkahan yang lebih dari sebelummnya dari sang kuasa.

Pelaksanaan mappadendang dan mattojang khususnya di Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru sering dilaksanakan di Desa Lampoko, Desa Siddo, Desa Kading dan Desa Paccekkeq.

Tradisi mappadendang dan mattojang pada suku Bugis atau bisa disebut sebagai pesta panen adat Bugis di Sulawesi Selatan. Pesta ini disebut sebagai pesta kaum tani pada suku Bugis dan pesta rasa syukur atas keberhasilan dalam proses penanaman padi. Pesta tani ini dilakukan dengan cara besar-besaran oleh kelompok masyarakat dan diyakini mengandung makna yang mendalam bagi penganutnya.

Mappadendang dan mattojang dilaksanakan setiap tiga tahun sekali, yaitu setiap setelah panen raya atau setelah panen berlangsung. Padi tahunan biasannya dituai pada panen kedua musim timur (timoro) dalam siklus waktu satu tahun.

Pelaksanaan mappadendang dan mattojang dilaksanakan selama empat hari. Selama empat hari tersebut masyarakat dari Desa Paccekkeq maupun dari luar desa tersebut datang dan turut meramaikan, bahkan masyarakat yang berada di luar daerah menyempatkan hadir untuk menyaksikan acara tersebut.

Baca juga: Mappadendang dan Sere Api

Tahap Persiapan

Pelaksanaan tradisi mappadendang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan. Tahap persiapan adalah tahap yang berguna untuk memutuskan dan mengumpulkan alat serta bahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan tradisi mappadendang. Adapun tahapan dalam prosesi persiapan tersebut seperti berikut:

Musyawarah dalam tradisi mappadendang. yaitu berembuk menyatukan pendapat, yang ikut dalam musyawarah adalah para laki-laki dari Desa Paccekkeq dan biasanya dilaksanakan di rumah kepala Desa Paccekkeq.

Pelaksanaan musyawarah tersebut guna membicarakan tentang penentuan hari baik dan juga membicarakan tentang kondisi ekonomi dari masyarakat Desa Paccekkeq. Dalam musyawarah juga dibentuk panitia pelaksana mappadendang. agar acara tersebut berjalan lancar.

Mappadendang dan Mattojang
Lokasi pelaksanaan Tradisi Mattojang di Paccekke. Foto: Pariwisata Barru.

Dalam pembentukan panitia mappadendang biasanya panitia berasal dari warga Desa Paccekkeq. Dalam hal ini panitia dari masyarakat terdiri dari panitia perlengkapan bahan misalnya bahan utuk membuat kue dan berbagai macam makanan lainnya yang akan mereka suguhkan untuk para tamu ataupun sanak keluarga yang datang menyaksikan mappadendang.

Panitia anggaran, misalnya pantia pencarian dana berupa sumbangan dari masyarakat setempat, panitia penyediaan alat, misalnya panitia yang menyediaan lawasuji, palungeng, alu. tojang.

Baca juga: Tari Sere Api Kab. Barru Masuk Verifikasi Warisan Budaya Tak Benda

Tahap pelaksanaan

Setelah mempersiapkan perlengkapan maupun peralatannya maka masuklah pada tahap pelaksanaan mappadendang. Adapun acara yang dilaksanakan dalam tahap pelaksaaan adalah:

Ma’baca Doang (baca doa)

Maqbaca Doang (baca doa ) merupakan proses berdoa bersama sebagai tanda rasa syukur dan doa keselamatan bagi keluarga yang sudah meninggal maupun yang masih hidup menurut kepercayaan mabsyarakat setempat.

Dalam pelaksanaan ma’baca doang masyarakat Desa Paccekkeq berkumpul di rumah induk untuk mengikuti acara tersebut. Rumah induk yang dimaksud adalah rumah yang ditunjuk oleh mamsyarakat setempat saat musyawarah, biasanya rumah dekat dengan lapangan atau lahan kosong yang cukup luas.

Ma’baca Doang dilaksanakan pada saat sehari sebelum acara puncak, masyarakat melaksanakan ma’baca doang karena mereka meyakini bahwa doa bersama tersebut merupakan tanda rasa syukur masyarakat setempat serta doa keselamatan bagi keluarga yang sudah meningggal maupun yang masih hidup.

Mappadendang

Mappadendang. atau yang lebih dikenal dengan sebutan pesta tani pada suku Bugis merupakan suatu pesta syukur atas keberhasilannya dalam menanam padi kepada Tuhan. Mappadendang sendiri merupakan suatu pesta yang diadaakan dalam rangka besar-besaran. Yakni acara penumbukan gabah pada lesung dengan tongkat besar (Alu) sebagai penumbuknya.

Baca juga: Tradisi dan Prosesi Marakka Bola di Kabupaten Barru

Mappadendang adalah tradisi menumbuk padi karena dulu tidak pakai mesin giling makanya mappadendang pun sebagai sesuatu yang sering dilakukan masyarakat untuk mengolah gabah menjadi beras.

mappadendang dan mattojang
Prosesi Mappadendang. Foto: Pariwisata Barru.

Pesta rakyat ini umumnya dilaksanakan oleh tujuh orang, yaitu terdiri dari empat orang perempuan yang berperan sebagai Indoq padendang dan 3 orang laki-laki, yang dua berperan sebagai passeppi’ padendang (sayap di kepala lesung) dan satu lagi berperan sebagai Passere.

Bunyi ketukan alu yang berulang-ulang dan berirama yang diciptakan oleh tujuh orang ini merupakan puncak dari tradisi mappad’ndang. Yang sangat berperan dalam mapppadendang ini adalah Passere. Passere dituntut untuk dapat menciptakan suatu suasana yang meriah setelah panen tiba.

Passere dalam hal ini akan menjadi suatu pusat perhatian yang akan menghibur semua penonton dengan segala kelucuan yang akan ditampilkan untuk menghibur penonton. Bunyi ketukan alu terus berlangsung sampai rangkaian acara tersebut selesai.

Mapppadendang dilaksanakan setiap tiga tahun sekali pada saat selesai panen. Mapppadendang terus dilaksanakan hingga saat ini karena masyarakat tetap mempertahankan kepercayaan dan keyakinannya terhadap Dewi Padi (Sangiyang Serri).

Baca juga: Lirik Lagu Bugis Maharani – Mappadendang

Mattojang (berayun)

Mattojang berasal dari bahasa bugis yang berarti ayunan. Mattojang merupakan salah satu rangkaian yang dilaksanakan oleh masyarakat dalam pelaksanaan tradisi mappadendang. yang telah menjadi tradisi masyarakat setempat.

Menurut kepercayaan masyarakat Desa Paccekkeq konon turunnya Batara guru dari Boting Langi’ (negri khayangan ) dengan menggunakan tojang pulaweng (ayunan emas). Tojang Pulaweng yang berarti ayunan emas. “Mitos inilah yang kemudian berkembang dan menjadi kepercayaan masyarakat sehingga melaksanakan Mattojang dalam acara mappadendang.

Mattojang dilaksanakan dilapangan terbuka atau tempat yang telah ditentukan saat musyawarah, mattojang dilaksanakan pada saat acara puncak.

prosesi mappadendang dan mattojang
Mattojang. Foto: Pariwisata Barru.

Sebelum tojang digunakan oleh masyarakat setempat terlebih dahulu sanro kampong membacakan mantra untuk keselamatan para gadis agar tidak terjadi sesuatu pada saat tradisi sedang berlangsung dan juga mendapat keberkahan. Dalam pelaksanaan mattojang anak-anak yang diayun harus menggunakna baju bodo yang merupakan baju adat suku bugis.

Ayunan tersebut terbuat dari pohon randu yang kemudian di ikatkan pada beberapa batang bambu sebagai penyangga serta bambu lainnya digunakan sebagai tempat bergantungnya tali ayunan. Tali yang digunakan terbuat dari kulit kerbau yang telah disimpan dan digunakan warga Desa Paccekkeq ketika ada acara ritual saja.

Baca juga: Lirik Lagu Bugis Mappadendang

Tradisi mattojang telah menjadi ritual yang turun temurun dan menjadi simbol kedewasaan bagi masyarakat desa paccekkeq. Dengan adanya mattojang dalam rangkaian mappadendang mempunyai arti dan nilai tersendiri bagi masyarakat Desa Paccekke’ dan terus mempertahankan pemahaman mereka mengenai budaya tersebut dan terus melestarikannya.

Mappabbitte Manu (sabung ayam)

Mappabbite Manu (sabung ayam) yaitu adu antara dua ekor ayam dalam sebuah arena. Mappabitte manu atau lasim disebut sabung ayam sering berkonotasi jelek. Kegiatan itu biasanya diidentikkan dengan perjudian. Namun di Desa Paccekkeq mappabitte manu menjadi simbol perdamaian.

Mappabbitte manu pada acara mappadendang dan mattojang
Mappabbitte manu. Foto: Pariwisata Barru.

Mappabitte manu dilaksanakan oleh dua orang yang telah di tunjuk untuk memulainya. Mappabitte manu dilaksanakan di lapangan yang tidak jauh dari tempat mappadendang dan mattojang. Seluruh masyrakat Desa Paccekkeq maupun orng yang berasala dari luar Desa Paccekkeq menyaksikan dan menikmati acara tersebut.

Mappabbitte manu merupakan simbol pengganti pertikaian, menurut kepercayaan masyarakat Desa Paccekkeq. Dalam acara ini tidak ada ayam yang dinyatakan menang atau kalah, baik ayam yang kalah dan menang sama-sama disembelih untuk dinikmati bersama.


Artikel ini diolah, dirangkum dan diterbitkan dari sumber:

Nurfadilah. 2018. Nilai Solidaritas Sosial Dalam Tradisi Mappadendang Pada Masyarakat Paccekkeq Di Kabupaten Barru. Skripsi. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Tuliskan Komentar