Barru Raya Warta Sejarah

Memori Festival dan Seminar Internasional La Galigo Pertama di Barru

Festival budaya dan seminar internasional III La Galigo telah usai, gaungnya mendunia, sejumlah pencinta I La Galigo dari belahan dunia hadir. Tak terkecuali peminat budaya se-Nusantara. Dilansir dari Majalah Pijar edisi 82/2018, duet Pemkab Soppeng dan Universitas Hasanuddin yang menyelenggarakan perhelatan akbar tersebut dinilai sukses.

“Persiapan dan pelaksanaan Festival Budaya dan Seminar Internasional III La Galigo di Soppeng meriah dan sukses,” ungkap Drs. H. Andi Muhammad Rum, mantan Bupati Barru, pada Media Pijar. Di balik kesuksesan dan kemeriahan acara budaya kelas dunia tersebut, nama Kabupaten Barru muncul ke permukaan. Pasalnya acara seperti ini dimulai di Kabupaten Barru.

Gubernur Sulawesi Selatan HZB Palaguna, kala itu, membuka festival budaya dan seminar internasional La Galigo di Desa Pancana, Kabupaten Barru pada tanggal 15-18 maret 2002. Ketika itu Bupati Barru Drs. H. Andi Muhammad Rum dan Prof. Nurhayati dari Universitas Hasanuddin sepakat menggagas dan melaksanakan festival budaya dan seminar internasional pertama La Galigodi Kabupaten Barru.

Baca juga: Bandar Pancana: Kota Niaga Masa Lalu di Barru

Seminar internasional tersebut dihadiri pembicara dari sejumlah daerah di Indonesia dan dunia, yang kemudian melahirkan buku berisi kumpulan naskah pemakala.

Kenapa Barru dipilih sebagai tempat penyelenggaraan pertama? Menjadi pertanyaan banyak pihak ketika itu, ternyata bukan tanpa alasan, jasa Colli Pujie Arung Pancana Toa mengumpulkan dan menulis kembali naskah La Galigo menjadi salah satu dasar pertimbangan sehingga Kabupaten Barru dipilih sebagai tempat untuk dilaksanakannya festival I La Galigo.

Buku La Galigo yang merupakan kumpulan dari makalah pada Festival dan Seminar Internasional La Galigo yang pertama di Pancana, Barru, tahun 2002. Foto: Erik Hariansah.

16 tahun kemudian, Kabupaten Soppeng sukses melaksanankan kegiatan serupa. Bupati Soppeng Kaswadi Razak, pada pembukaan festival budaya tersebut menyampaikan pesan leluhur jika ada yang terpercik dalam pikiranmu amati penyebabnya maka kamu tidak akan menemukan penyesalan karena engkau telah melakukan yang terbaik dan meninggalkan yang buruk, memuat pesan-pesan leluhur dalam berbagai bentuk kearifan lokal.

Baca juga: B.F. Matthes dan I La Galigo

“Sekarang kearifan lokal telah pupus, zaman telah membawa kita pada kehidupan yang tidak lagi menjunjung kearifan lokal, perkembangan teknologiyang begitu pesat sehingga nilai kearifan lokal cenderung mengalami pergeseran, kami ingin festival ini sebagai benteng pertahanan kebudayaan nasional,” tandas Bupati Soppeng sambil menambahkan festival ini sebagai bentuk perekat serta masuknya peradaban asing, kegiatan ini tidak dimaksudkan untuk melakukan hal yang berbau sirik.

Acara budaya kelas dunia tersebut sedianya dibuka Gubernur Sulawesi Selatan, namun berhalangan, bertepatan dengan kunjungan kerjanya di Jepang, diwakili Asisten I Setda Provinsi Sulawesi Selatan, “Dalam konteks kemajuan kebudayaan La Galigo merupakan sebuah karya sastra yang terbentang sepanjang zaman, selaku Gubernur saya harapkan kegiatan ini mampu menghasilkan kerja nyata untuk prestasi bangsa,” ungkapnya.

Pada festival budaya tersebut, Kabupaten Barru tampil dengan busana budaya, di mana duta pariwisata 2018 Kabupaten Barru, Asri Yushari Yahya, tampil dengan pakaian yang memberi symbol seorang putri We Cuddai. Sementara Sanggar Seni Adapa Na Gau mempersembahkan tari kreasi Pattassi-tassi. [Rujukan: Majalah Pijar edisi 82/2018].

Tuliskan Komentar