Tarian Sere Api yang selalu dilakukan masyarakat Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, saat pelaksanaan tradisi Pesta Panen diajukan sebagai warisan budaya tak benda. Karena hal tersebut, Tim verifikasi Kemendikbud RI mengunjungi Kabupaten Barru
Tarian ini dikenal sebagai tarian akrobatik berbahaya, Pasalnya tarian menyambut panen padi ini dilakukan oleh para penari dengan menggunakan kobaran api sambil memainkan padendang dengan irama yang unik.
Dilansir dari fajar.co.id, melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Barru bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Selatan, tim mendaftarkan “sere api” masuk bersaing dalam kategori warisan budaya Indonesia kategori tak benda sejak februari 2021 silam.
Tari ini sudah masuk tahapan verifikasi. Karena telah masuk tahapan tersebut, tim dari Kemendikbud RI melakukan verifikasi langsung di Desa Gattareng Kabupaten Barru, pada Kamis, 27 Mei 2021.
Kepala Seksi Kesenian, bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan Barru Nasdir Rafli, M.Pd yang sedari awal mengawal langsung proses pendaftaran sere api ini ke Kemendikbud mengatakan agenda kunjungan kemarin merupakan agenda lanjutan dalam proses pendaftaran dan verifikasi tari ini menjadi warisan budaya nasional.
Dalam Kunjungan tim Kemendikbud di Desa Gattareng turut didamping tim dari Dinas Kebudayaan Provinsi Sulsel, Dosen ISBI makassar Sulfiana Mansut S.Pd, M.Sn, Camat Pujananting Rahman, Ketua PC SEMMI Barru Erwin Wijaya, Kepala Desa Gattareng.
Baca juga: Mappadendang dan Sere Api
Sekilas Tentang Tari Sere Api
Biasanya tarian ini dilakukan bersamaan dengan perhelatan tradisi Mappadendang. Mappadendang dan Sere Api adalah pesta rakyat atau pesta panen masyarakat Barru yang diadakan setelah selesai panen setiap tahunnya sebagai ucapan rasa syukur dan terima kasih atas panen yang diberi oleh Tuhan Yang Maha Esa, Mappadenda berarti berdendang menggunakan lesung yang dipukul sehingga terdengar suara berirama indah.
Tatacara pelaksanaan Mappadenda sangat panjang, mulai dari menyiapkan lesung panjang dari kayu dan alu yang merupakan peralatan inti pada prosesi Mappadenda.
Lesung panjang dari kayu diikat secara mengantung agar memiliki suara nyaring ketika dipukul menggunakan alu, kemudian sekeliling lesung ditutup membentuk bilik atau kamar yang terbuat dari anyaman bambu atau janur kelapa, hanya bagian ujung lesung yang berada di luar bilik, sementara badan lesung yang lain berada di dalam bilik.
Tak lupa di depan bilik disediakan kayu yang dibakar dan dimantra-mantarai, nantinya dijadikan sebagai tempat tarian Sere Api.
Saat prosesi Mappadenda berlansung, tiga orang lelaki yang disebut Pakkambo memukul bagian ujung lesung yang berada di luar bilik menggunakan alu, seorang berada di tengah (sisi ujung lesung) disebut Pappalari Tengnga yang menciptakan nada indah, dan dua orang di Kanan-Kiri sisi ujung lesung sebagai pengiring, ketiganya memukul lesung secara berirama dan menghasilkan musik.
Sementara di dalam bilik diisi oleh enam orang wanita atau ibu-ibu yang juga memukul bagian lesung, keenam orang ini disebut Pangngana’.
Di tengah aksi 3 orang lelaki yang memukul lesung, sesekali mereka berlari meju bara api yang sudah dimantrai tadi dan menari di atasnya, berguling, bahkan memanggul kayu yang terbakar, inilah yang dinamakan Sere Api, ada juga yang Mammenca’ (bertarung silat menggunakan alu) setelah itu mereka kembali memainkan lesung, begitu seterusnya dilakukan secara berulang-ulang sampai prosesi Mappadenda selesai.
Tuliskan Komentar