Kerajaan Tanete merupakan kerajaan lokal yang ada di Sulawesi selatan. Beberapa raja-rajanya yang pernah memerintah juga memiliki hubungan kekerabatan dengan beberapa kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan, raja pertama Tanete ialah Datu Gollae yang masih merupakan kemanakan raja Gowa Tunipallangga Ulaweng.Hubungan kerajaan Tanete dengan kerajaan Gowa semakin erat setelah Tanete berhasil memukul mundur pasukan kerajaan Sawitto yang hendak menyerang kerajaan Gowa.
Selain memiliki hubungan kekerabatan dengan kerajaan Gowa, kerajaan Tanete juga memiliki hubunhan khusus antara kerajaan Bone. Ketika Arung Palakka (yang kelak nanti akan menjadi raja Bone) dikejar oleh Sulta Hasanuddin raja Gowa karena membebaskan seluruh tahanan orang Bone dari kerajaan Gowa, Arung Palakka lalu datang ke Tanete untuk memohon pertolongan, akhirnya raja Tanete menyembunyikan Arung Palakka di cela batu karang di Tanete. Tindakan raja Tanete ini nantinya sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan kerajaan Tanete selanjutnya.
Pada saat terjadi Perang Makassar (1666-1667) antara Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin melawan Kerajaan Bone dan VOC dibawah pimpinan Arung Palakka bersama Cornelis Speelman, Kerajaan Tanete berada pada posisi dilematis antara memihak kepada Kerajaan Bone atau Kerajaan Gowa. Arung Palakka menyampaikan pesan kepada Tanete: “jika anda tetap di belakang dan tidak ikut (membantu Gowa dalam penyerangan), saya masih menganggap Anda sebagai saudara karena saya berutang pada Anda.” Namun terlebih dahulu Kerajaan Tanete ingin membebaskan diri dari perjanjian dengan Gowa. Tanete kemudian mengirimkan utusan ke Gowa untuk menjelaskan dilemanya. Utusan tersebut pun kembali dengan membawa pesan dari Karaeng Karunrung yang merupakan bangsawan Gowa bahwa jika Tanete bergabung dengan pasukan Bugis, maka Tanete akan dihancurkan. Ancaman seperti itu cukup keras mengingat balasan menakutkan yang biasa dilakukan Gowa terhadap kerajaan yang merusak kepercayaannya.
Peta kuno Tanete (kiri) dan lukisan Perang Makassar (kanan) |
Terperangkap di antara permintaan dua kekuatan besar dari pemimpin Bugis dan Makassar, Arung Tanete dengan cerdik mengusulkan bahwa sebuah pertempuran pura-pura terjadi di mana para bangsawan Soppeng yang saat itu membantu Bone akan menang melawan Tanete, sementara Gowa akan senang dengan perlawanan Tanete. Dalam pertempuran pura-pura itu beberapa rumah dibakar dan beberapa budak non Sulawesi dibunuh, sehinggah akhirnya Tanete menyerah.
Kalau sahabat-sahabat Gowa diperangi oleh Arung Palakka setelah kemenangan kemenangannya terhadap Sultan Hasanuddin, Tanete tidak mengalami hal itu karena orang Tanete telah membantu Arung Palakka bersembunyi ketika dikejar oleh pasukan Gowa. Arung Palakka kemudian berpesan kepada Arung Tanete:
“yang saya katakan pedamu arung Tanete, baik di Tanah Bugis maupun Makassar ada piutangmu, maka tagilah mereka semua. Namun, utangmu kepadaku saya anggap sudah lunas semuanya. Kalau ada barang kongsinya milikilah sendiri, sebab ada tiga kampung yang saya angkat sebaga Toangke’ (orang yang paling berjasa dan berharga) bagiku: 1) Soppeng, sebab saya telah membawa serta emasnya, 2) Orang Palakka, sebab mereka yang menemaniku menyeberang ke Jawa, dan 3) Orang Tanete, sebab ia membelaku saat saya sedang diburu karaengnge ri Gowa. Engkau juga telah dianggap sebagai sanak keluarga oleh karaeng Gowa, sebab engkaulah yang telah menghadang orang Sawitto. Demikian pula engkau dianggap sebagai keluarga oleh Arungpone, sebab engkau telah mengasihaniku. Sehingga dengan demikian, maka kedudukanmu sama, baik di Gowa maupun di Bone.”
Sebagai tanda persahabatan, Arungpone mengawinkan saudara perempuannya, We Tenriabeng Datu Mario dengan Daeng Matajang, salah seorang raja Tanate berikutnya yang merupakan keturunan dari raja Matinroe Ribulianna. Mungkin sekali perkawinan ini mengandung juga pertimbangan-pertimbangan politik, mengingat batas fisik yang cukup rawan antara Tanete dengan wilayah Mario Riwawo, Soppeng. [Erik Hariansah, Pemberontakan La Sangaji Datu Bakke di Kerajaan Tanete (1856-1873). 2017, hlm. 28-30].
Sumber: Hariansah, Erik. 2017. Pemberontakan La Sangaji Datu Bakke di Kerajaan Tanete (1856-1873). Skripsi. Makassar: Universitas Negeri Makassar.
Tuliskan Komentar