Kuno Nasional

Inilah 11 Nama Lain Dari Pulau Sumatera

Pulau Sumatera merupakan pulau terbesar ke-6 di dunia. Berbagai peristiwa penting dan bersejarah pernah terjadi atau berawal dari pulau ini. Di pulau ini pernah berdiri kerajaan Sriwijaya yang terkenal karena pengaruhnya besar serta wilayah kekuasaannya yang luas. Pulau Sumatera juga merupakan pintu gerbang masuknya agama dan kebudayaan Islam di Nusantara.

Peta Sumatera, tahun 1725
Peta Sumatera, tahun 1725. Foto: sultansinindonesieblog.wordpress.com

Namun hal yang menarik untuk dibahas dari pulau yang berpenduduk terpadat kedua di dunia ini yaitu nama lain dari Pulau Sumatra. Dalam berbagai sumber dan literatur, Pulau Sumatera pernah disebut dengan berbaga julukan. Berikut ini beberapa nama julukan yang pernah dituliskan untuk merujuk kepada Pulau Sumatera.

1. Bhumi Malayu
Bhumi Malayu (Tanah Melayu) terukir di Prasasti Padang Roco, yaitu sebuah prasasti berangka 1286 M yang ditemukan di hulu sungai Batanghari, kompleks percandian Padang Roco, kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Selanjutnya dalam naskah Negarakertagama dari abad ke-14 juga kembali menyebut Bumi Malayu untuk pulau ini.

Di pulau ini juga pernah berdiri kerajaan Melayu yang berpusat di Muara sungai Batang Hari, Jambi. Pada tahun 682 kerajaan ini ditaklukkan oleh Sriwijaya, dan melalui Sriwijaya, bahasa dan kebudayaan Melayu disebarkan ke daerah kekuasaannya.

2. Swarnnabhumi
Pada Prasasti Padang Roco dipahatkan swarnnabhumi, dari bahasa Sanskerta yang berarti Tanah Emas. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, yaitu Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi.

3. Suwarnadwipa
Dalam berbagai prasasti, pulau Sumatera disebut dengan nama Sansekerta yaitu Suwarnadwipa yang berarti Pulau Emas. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa.

Para penjelajah Arab menyebut pulau Sumatera dengan nama Serendib, tepatnya Suwarandib, transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Sementara Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib.

4. Malaya Dwipa
Istilah Malaya Dwipa muncul dalam kitab Purana, sebuah kitab Hindu purba yang ditulis sebelum zaman Gautama Buddha. Dalam bahasa Sansekerta, Dwipa bermakna tanah yang dikelilingi air, berdasarkan maklumat-maklumat yang lain dalam kitab itu, para pengkaji beranggapan bahawa Malaya Dwipa ialah Pulau Sumatera.

5. Pulau Emas
Istilah pulau ameh kita jumpai dalam cerita Cindua Mato dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pula yang besar ini. Pendeta I-tsing (634-713) dari Cina, yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya pada abad ke-7, menyebut pulau Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti Negeri Emas.

6. Taprobana
Di kalangan bangsa Yunani kuno, Pulau Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana. Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah Asia Tenggara dalam karyanya Geographike Hyphegesis. Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana terdapat negeri Barousai. Negeri yang dimaksudkan adalah Barus di pantai barat Sumatera, yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus.

Sejak zaman purba para pedagang dari daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi Sumatera. Di samping mencari emas, mereka mencari kemenyan (Styrax sumatrana) dan kapur barus (Dryobalanops aromatica) yang saat itu hanya ada di Sumatera. Sebaliknya, para pedagang Nusantara juga sudah menjajakan komoditi mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur, sebagaimana tercantum pada naskah Historia Naturalis karya Plini abad pertama Masehi.

Pada masa Dinasti ke-18 Firaun di Mesir (sekitar 1567-1339 SM), di pesisir barat pulau sumatera telah ada pelabuhan yang ramai, dengan nama Barus. Barus (Lobu Tua, daerah Tapanuli) diperkirakan sudah ada sejak 3000 tahun sebelum Masehi. Barus dikenal karena merupakan tempat asal kapur barus. Ternyata kamfer atau kapur barus digunakan sebagai salah satu bahan pengawet mummy Firaun Mesir kuno.

7. Chryse Nesos
Naskah Yunani tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki Chryse Nesos, yang artinya pulau emas.

8. Negeri Ophir
Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi Sulaiman As raja Israil menerima 420 upeti emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi bawahan beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ofir. Kitab Al-Qur’an, Surat Al-Anbiya, ayat 81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman berlayar ke “tanah yang Kami berkati atasnya.”

Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatera karena dulunya di Sumatera terdapat Gunung Ophir di Pasaman Barat, Sumatera Barat yang sekarang bernama Gunung Talamau. Perlu dicatat, kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh. Ptolemaios pun menulis Geographike Hyphegesis berdasarkan informasi dari seorang pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15 dan ke-16 mencari emas ke Sumatera dengan anggapan bahwa di sanalah letak negeri Ofir Nabi Sulaiman As.

9. Pulau Percha
Di pulau ini banyak terdapat Getah perca atau Palaquium yang merupakan salah satu tumbuhan asli Sumatera. Tumbuhan ini juga terdapat di Semenanjung Malaya, Australasia, Taiwan bahkan sampai ke Kepulauan Solomon.

10. Bumi Andalas
Bebesaran atau pohon murbei (Latin: Morus) adalah sebuah genus yang terdiri dari 10-16 spesies pohon tertentu yang asli berasal dari daerah panas sedang dan subtropis di Asia, Afrika dan Amerika. Mayoritas spesies asli berasal dari Asia. Salah satunya yang terkenal adalah di desa Andaleh, kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Selain itu pulau Sumatera dianggap mirip dengan negeri Andalusia atau Al-Andalus di Spanyol, maka Sumatra juga dijuluki Pulau Andalas.

11. Sumatera
Sumatera berasal dari nama kerajaan Samudera Pasai, kerajaan Islam di Aceh pada abad ke-13 hingga 14 Masehi. Diawali dengan kedatangan seorang musafir Muslim dari Maroko yang bernama Ibnu Batutah pada tahun 1345, berkunjung ke Samudra Pasai, dia melafalkan kata Samudera menjadi Samatrah, yang kemudian hari berubah menjadi Sumatera.

Para penjelajah Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau. Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan nama Sumatera. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian resmi digunakan oleh Bangsa Indonesia.

Tuliskan Komentar