Akibat padatnya penduduk menyebabkan habisnya lahan terbuka untuk resapan air dan kini berubah menjadi lahan pemukiman, selain itu kebiasaan buruk masyarakat yang selalu membuang sampah di sembarang tempat turut menjadi faktor penyebab terjadinya banjir.
Namun ternyat banjir di Jakarta bukan hanya telah terjadi pada kurun waktu beberapa dekade terakhir ini. Bahkan sebuah catatan dari masa Kerajaan Tarumanagara telah menuliskan bahwa kawasan tersebut telah menjadi langganan banjir sejak sekitar 15 abad yang lalu.
Baca juga: Kandis dan Salakanagara adalah Kerajaan Tertua di Nusantara?
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 Masehi. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah.
Litografi yang dibuat oleh Josias Cornelis Rappard, menggambarkan penyelamatan orang-orang yang terjebak banjir di sekitar Batavia. Foto: Tropenmuseum. |
Dari catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, dapat diidentifikasi bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
Kerajaan ini banyak meninggalkan artefak berupa prasasti, di antaranya Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Tugu, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Jambu, dan Prasati Pasir Awi.
Baca juga: Mitos Masyarakat Zaman Dahulu Ketika Gerhana Matahari Terjadi
Namun, di antara seluruh prasasti itu, yang menarik kita kaji yaitu Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Prasasti itu sekarang tersimpan di Museum Sejarah Jakarta.
Dalam Prasasti Tugu telah disebutkan bahwa wilayah kekuasaan Tarumanegara dan wilayah yang sekarang telah menjadi Kota Jakarta ternyata sejak dulu sudah menghadapi permasalahan banjir.
Prasasti Tugu. Foto: teropongsenayan.com |
Disebutkan dalam Prasasti Tugu bahwa raja yang pernah berkuasa dan sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Chandrabagha di Bekasi dan Kali Gomati/Kali Mati di Tangerang sepanjang 6112 tombak atau sekitar 11 km.
Baca juga: 2 Tokoh yang Mengabdi Pada VOC, Namun Mati di Tangan VOC
Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
Setelah penggalian selesai, sang Raja Purnawarman mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana. Para sejarawan kemudian membuat perkiraan, bila seekor sapi dimakan 100 orang, maka penduduk yang ada di sekitar kawasan ini 15 abad lalu sudah ratusan ribu jiwa.
Ketika melakukan penggalian tersebut, kebijakan permukiman disusun berdasarkan prinsip keseimbangan ekologi. Sang Raja melarang rakyat mengeruk rawa-rawa, karena merupakan kawasan resapan air.
Tuliskan Komentar