Barru Raya Tokoh

La Nakka dalam Bingkai Pembangunan Kabupaten Barru

La Nakka
La Nakka. Foto: Ilustrasi oleh Erik Hariansah.

La Nakka adalah seorang perwira militer yang berpangkat Kapten, ia ditetapkan sebagai Bupati pertama Kabupaten Barru untuk periode 1960-1965.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Empat tahun kemudian Indonesia baru mendapat pengakuan kemerdekaan dari Belanda. Selama sepuluh tahun berikutnya, beberapa kerajaan di Indonesia masih mempertahankan statusnya sebagai daerah swapraja, tidak terkecuali daerah swapraja di Sulawesi Selatan. Hingga pada akhirnya dikeluarkan Undang-Undang Nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan.

Pada masa ini, mulailah terbentuk beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan yang awalnya berstatus swapraja, termasuk pembentukan daerah tingkat II Kabupaten barru yang ditetapkan pada tanggal 24 Februari 1960. Sedangkan yang diangkat menjadi bupati pertama di Kabupaten Barru yaitu La Nakka.

La Nakka adalah seorang perwira militer yang berpangkat Kapten, ia pernah berjuang mempertahankan kemerdekaan bersama pejuang lainnya seperti Saleh Lahade dan Andi Mattalatta. Salah satu aksi heroik mereka selama perjuangan yaitu melakukan pendaratan pasukan di Garongkong, Kabupten Barru dalam rangka pemrsiapan pembentukan Tentara Republik Indonesia di Sulawesi guna mengorganisir perjuangan melawan Belanda.

La Nakka Semasa Sekolah

La Nakka sendiri berasal dari Bulukumba, ia sempat sekolah di sekolah milik pemerintah Hindia Belanda di Makassar dan mengikuti pendidikan umum di Normaal School Makassar (S.G.B) sebelum melanjutkan studinya ke Bogor tepatnya pada tanggal 1 Agustus 1932 mengikuti cursus pertanian di Bogor. Ia bersekolah di sana selama setahun dan menyelesaikan studinya pada tanggal 31 Agustus 1933. Ia kemudian bekerja terhitung dinas dengan gaji Rp.20 sebulan.

Setelah menyelesaikan studinya di Bogor, La Nakka kembali ke Sulawesi Selatan dan menjadi guru pertanian di Parepare mulai tanggal 1 September 1933 hingga 31 Agustus 1940, di Parepare ia sempat menjadi guru pertanian selama 7 tahun sebelum akhirnya dipindahkan ke Bonthain untuk menjadi guru pertanian juga disana pada tanggal 1 September 1940 sampai 31 Agustus 1943. Ia mengajar di sana selama 3 tahun dan akhirnya menikah.

Baca juga: Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi dan Konferensi Paccekke

La Nakka Pada Masa Perjuangan

Dalam kehidupan rumah tangga La Nakka menikah sebanyak 3 kali. Istri pertamanya adalah orang Bulukumba yang merupakan sepupu sekalinya dan memiliki dua orang anak. Istri keduanya adalah I Duppa lahir di Parepare, mereka melangsungkan pernikahan di Bulukumba dan Parepare. Pernikahan ini dilangsungkan pada tanggal 15 September 1938. Dari perkawinan ini lahirlah 3 orang anak.

Istri ketiga La Nakka adalah orang Jawa, ketika dia memutuskan untuk terjun sebagai tentara dan berjuang di Jawa tepatnya di Jogyakarta. Ia lama menetap disana dan akhirnya bertemu dengan seorang gadis dan menikahinya. Dari pernikahannya ini ia mendapat seorang anak laki-laki.

September 1943 ia diangkat oleh pemerintah pendudukan Jepang sebagai Kepala Kantor Pembikinan Kapal (Minsen Unkokasi Parepare), Ia menjabat selama 2 tahun hingga Agustus 1945. Ketika Indonesia Mulai memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, kekacauan politik terjadi dimana-mana sehingga terjadi restrukturasi pada bidang pemerintahan secara besar-besaran.

September 1945 hingga Desember 1945 La Nakka memutuskan untuk mengubah jalur hidupnya dan berjuang untuk kemerdekaan Indonesia yang seutuhnya. Ia bergabung dengan PRI (Penunjang Republik Indonesia) Parepare dan bertugas sebagai ketua Gerakan Pandu Nasional Indonesia Parepare.

La Nakka kemudian bergabung dalam dunia militer dan pada Januari – Juli 1946 dan ikut dalam Persiapan Sulawesi bahagian urusan ekspedisi di Situbondo bersama dengan Kahar Muzakkar sebagai pimpinannya dan A. Mattalatta sebagai Wakil Pimpinan. Pada bulan Juli-Desember 1946 ia tergabung dalam TNI dengan pangkat Letnan Satu.

Baca juga: Andi Mattalatta, Dari Pejuang Kemerdekaan Hingga Tokoh Olahragawan

La Nakka tidak hanya malang melintang dalam dunia keguruannya ia juga terlibat dalam dunia milliter untuk berjuang mencerdaskan kehidupan bangsa dan tetap mempertahankan kedaulatan NKRI. Pengalaman dalam dunia kemiliteran tidak diragukan lagi pasca pulang dari Yogyakarta tahun 1951. Ia ditunjuk kembali sebagai anggota sekolah kader di Parepare pada setahun kemudian menjadi kepala keuangan sekolah tersebut.

La Nakka memutuskan untuk mengakhiri karirnya diketentaraan pada 31 Desember 1952 dan diberhentikan dengan hormat dari pangkat dan jabatannya dalam dinas ketentaraan atas permohonan sendiri dengan ucapan terima kasih atas jasa-jasanya selaku anggota militer dan diberikan hak menurut ketentuan yang terkandung dalam Undang-Undang Darurat No.19 tahun 1950.

Atas semua tanda jasa dan baktinya kepada Negara Republik Indonesia La Nakka akhirnya dijadikan sebagai kepala Kantor Urusan Legiun Veteran lingkungan Makassar terhitung mulai tanggal 24 Maret 1958, sebelum akhirnya diusulkan Oleh A. Mattalatta sebagai Bupati barru yang pertama karena dianggap mampu untuk membangun Barru menjadi sebuah Kabupaten yang mandiri dan menjadi Kabupaten yang dapat bisa memperbaiki taraf hidup warganya.

Barru Pada Masa Pemerintahan La Nakka

La Nakka ditetapkan sebagai Bupati pertama Kabupaten Dati Tingkat II Barru pada tanggal 1 Februari 1960 dan berakhir pada 1 Februari 1965 dengan pangkat Kapten. Selain sebagai guru, anggota militer dan Bupati pertama Kabupaten Tingkat II Barru. Selama pemerintahannya banyak mengeluarkan kebijakan di bidang Politik, Ekonomi, Agama dan Sosial Budaya yang sifatnya membangun Kabupaten Barru.

La Nakka

Baca juga: Masa Penjajahan Jepang di Barru

Kebijakan Politik

Diawal tahun 1961 sebagai tindak lanjut dari pemantapan birokrasi pemerintahan daerah. Maka reorganisasi pemerintahan di Barru terus berlangsung. Lingkungan pemerintahan bekas bekas swapraja dan distrikdistrik yang tradisional di lebur menjadi lima buah lingkungan pemerintahan administratif yang disebut Kecamatan, yakni kecamatan Barru, Tanete Rilau, Tanete Riaja, Soppeng riaja dan Mallusetasi.

Dengan terbentuknya Kecamatan-kecamatan itu, maka dengan sendirinya sistem pemerintahan swapraja dan distrik-distrik di Barru terhapus. Pejabat-pejabat dialihkan menjadi pegawai negeri daerah otonom. Di tingkat pemerintahan bawahpun diadakan reorganisasi, yakni dibentuk Desa gaya baru dalam lingkungan Kecamatan-kecamatan.

Desa gaya baru dikepalai oleh seorang pejabat yang disebut kepala desa diangkat pula seorang imam desa yang dipilih bersama-sama dengan kepala desa. Dibawah desa tersebut terdapat RK dan RT.

Dibidang politik La Nakka mengeluarkan kebijakan mengenai pemberian tunjungan terhadap pegawai Daerah Tingkat II Barru. Dampak yang besar dari kebijakan politik yang dikeluarkan oleh La Nakka adalah pemberian tunjangan bagi pegawai yang membawa angin segar untuk kesejahteraan para pegawainya, disamping itu pendirian rumah dinas untuk pegawainya juga merupakan hal positif untuk pegawai sehingga pegawai mempunyai rumah tinggal.

Kebijakan Ekonomi

Tahun 1963 La Nakka mengeluarkan Instruksi untuk mencegah penyiaran-penyiaran sokongan desa dan sekolah-sekolah dan lain-lain, dirasa perlu diadakan suatu pemungutan secara merata untuk seluruh rakyat, maka mulai tanggal 1 November 1963 dan seterusnya dianjurkan kepada setiap rumah tangga dalam Dati II Barru untuk menyumbangkan segenggam beras yang diambil dari persedian masak (setiap hendak memasak diambil segenggam beras) dengan ketentuan beras ini tidak boleh diganti dengan membayarnya berupa mata uang.

Baca juga: Sejarah Singkat 4 Kerajaan yang Pernah Berdiri di Kabupaten Barru

Untuk gerakan pengumpulan beras ini, disetiap rumah tangga dianjurkan utnuk menggantung pundi-pundi (penyimpan) beras didapur. Setiap beras tersebut dikumpulkan oleh ketua rukun tetangga, kemudian menyerahkannya kepada kepala desa. Pemerintah menjual kepada J.B.P.P. setempat dan harganya disetor langsung kepada bendahara desa dan penggunaan harga beras ini dipakai untuk ongkos administrasi desa, gaji-gaji pegawai, perbaikan mesjid, sekolah-sekolah, jalan-jalanan desa, bendungan desa dan lain-lain.

Selama masa pemerintahan La Nakka tidak hanya pertanian yang diperhatikan tapi juga masalah Koperasi. Di daerah Soppeng Riaja dibentuk sebuah Koperasi yang diberi nama “Lampoko” pada tanggal 29 Juni 1963. Koperasi ini adalah koperasi pertama yang ada didaerah ini adapun struktur organisasi dalam koperasi ini tidak jauh berbeda dengan koperasi lainnya yang ada didaerah lain. Ada ketetapan setoran yang harus dibayarkan oleh anggota yakni Rp. 5.000 untuk simpanan pokok, dan Rp. 250 untuk simpanan wajib.

Dampak dari semua kebijakan yang dikeluarkan oleh La Nakka cukup dirasakan oleh warga masyarakat dalam lingkup Daerah Tingkat II Barru. Dalam rangka membangun daerah Tingkat II Baru guna mendukung pelaksanaan pembangunan Barru dalam hal ini menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah dari pajak, terutama pajak hasil bumi yang dikenakan kepada penggarap tanah, pajak kekayaan, pajak benda, dan pajak pendapatan.

Disamping pajak, hasil pertanian juga merupakan salah satu sumber utama perekonomian Barru, sehingga tidak mengherankan jika Barru dikenal sbeagai lumbung padi. Berkat pajak yang dibayarkan maka Kabupaten Barru dapat membangun daerahnya dengan membiayai pembukaan sarana dan prasarana untuk kemaslahatan bersama seperti pembukaan jalan di Pekkae untuk menghubungkan Barru dan Soppeng, tempat rekreasi, sekolah-sekolah, dan kantor.

Baca juga: Kisah Lucu Saat Jenderal M. Jusuf Berkunjung Ke Barru

Kebijakan Sosial Budaya dan Dampaknya

Pada tanggal 23 Agustus 1963 diadakan rapat di gedung DPRD Kabupaten Barru, rapat ini dihadiri oleh Dewan Guru-guru agama dan Bupati sendiri, tujuan dari diadakannya rapat tersebut adalah untuk memberantas buta agama di Kabupaten Barru. Untuk merealisasikan hal tersebut maka Bupati Barru yakni LaNakka mengeluarkan Instruksi kepada semua Guruguru agama dengan bekerjasama guru-guru/ kepala sekolah dalam Daerah Tingkat II Barru.

La Nakka adalah seorang yang sangat taat beragama, Baginya untuk membangun sebuah daerah tidak hanya diperlukan sebuah keerdasaan intelektual semata tapi akhlak dan aqidah juga sangat diperlukan, itulah alasan mengapa ia kemudian menerapkan wajib melaksanakan ibadah sembahyang disekolah-sekolah bagi anak Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Atas agar pendidikan agama dilakukan sedini mungkin. Surat instruksi yang kemudian dikeluarkan oleh La Nakka ini ditembuskan kepada beberapa instansi terkait dan semua guru-guru agama dan kepala-kepala sekolah.

Bidang Kebudayaan juga tak luput dari perhatian La Nakka dengan mengeluarkan surat untuk semua kepala kecamatan dalam lingkup Daerah Tingkat II baru yang berisi tentang anjuran dalam mengadakan perlombaan kesenian.

Perlombaan dalam bidang kesenian itu dilakukan dalam rangka untuk memperingati Hari Proklamsi 17 Agustus untuk tahun 1964/1965 adapun peserta yang dianjutkan untuk ikut berpartisaspi adalah para pelajar dan umum sesuai dengan tingkat umurnya sebagai contoh lomba yang dapat diikuti adalah tari-tarian, lagu-lagu daerah, deklarasi sajak.

La Nakka mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Bupati Kabupaten Barru pada tahun 1965. Kemudian dipilih H. Machmud Sewang (1965-1980) sebagai bupati yang baru menggantikan La Nakka.


Tulisan ini merupakan rangkuman dari jurnal:
Muhammad Zainuddin Badollahi, Hilda Anjarsari & Intan Lisu Tandungan. November 2019. “La Nakka dalam Bingkai Pembangunan Kabupaten Barru.” MITZAL. Vol. 4, No. 2.

Tuliskan Komentar