Soal Gedung DPR yang mirip kura-kura, hal ini terlanjur melekat. Bahkan, di dalam Gedung terdapat ruangan yang dikenal KK I hingga KK II, yang ternyata singkatan dari Kura-kura. Sama halnya dengan Monumen Nasional atau Monas, tidak banyak yang tahu makna filosofisnya.
Tahukah anda, bahwa penggagas pembangunan gedung DPR-RI dan Monumen Nasional (Monas) di lapangan merdeka, depan Istana Merdeka itu adalah ide Bung Karno, Presiden RI pertama dengan didukung oleh sejumlah arsitek jempolan pada waktu itu.
Baca juga: Sukarno Bertanya Kepada Josip Broz Tito Tentang Nasib Bangsa
Sebagai seniman dan insinyur sipil, Sukarno tidak mau membangun monumen tanpa dasar filosofi yang bersumber pada sejarah budaya Indonesia, termasuk pembangunan Gedung DPR-Ri dan Tugu Monas.
Gedung DPR-RI atau gedung Parlemen Indonesia serta Monumen Nasional merupakan bangunan yang ikonik dan landmark dari Kota Jakarta. Pada awalnya gedung DPR-RI dibangun bukan ditujukan untuk Parlemen Indonesia.
Saat itu, Presiden Soekarno mencetuskan untuk menyelenggarakan Conference of the New Emerging Forces (CONEFO) yang dimaksudkan sebagai suatu tandingan terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Baca juga: Alasan Indonesia Melepaskan Timor Timur
Soekarno menugaskan kepada Soeprajogi menjadi Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga (PUT). Menteri PUT kemudian menerbitkan Peraturan Menteri PUT tentang Komando Pembangunan Proyek Conefo.
Pembangunan pun dimulai pada tanggal 8 Maret 1965. Pembangunan kemudian dilanjutkan pada masa pemerintah Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto dan selesai pada tanggal 1 Februari 1983.
Gedung DPR-RI saat masih dalam tahap pembangunan. Foto: merdeka.com |
Berbeda dengan gedung parlemen, pembangunan Tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme generasi penerus bangsa.
Pada tanggal 17 Agustus 1954, sebuah komite nasional dibentuk dan sayembara perancangan Monumen Nasional digelar pada tahun 1955 dan sayembara kedua digelar pada tahun 1960. Tugu ini diarsiteki oleh Frederich Silaban dan R. M. Soedarsono.
Baca juga: Punden Berundak, Arsitektur Asli Leluhur Nusantara
Pembangunan terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama, pembangunan dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 dengan Sukarno secara seremonial menancapkan pasak beton pertama. Keseluruhan pemancangan fondasi rampung pada bulan Maret 1962.
Dinding museum di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober. Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan akhirnya rampung pada bulan Agustus 1963. Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun 1966 hingga 1968, akibat terjadinya Gerakan 30 September, tahap ini sempat tertunda.
Tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada museum sejarah. Monumen secara resmi dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975 oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto.
Monumen Nasional dalam tahap pembangunan. Foto: id.wikipedia.org |
Dilansir dari liputan6.com, ternyata wujud filosofi gedung DPR-RI dan Monas yang dibangun Sukarno didasarkan pada budaya Hindu kuno. Jika gedung DPR-RI melambangkan Yoni atau alat vital perempuan (vagina), maka Monas melambangkan Lingga atau alat vital laki-laki (phallus). Tentu saja wujud kedua lambang tersebut tidak ditampilkan secara nyata (realis), tetapi dibuat secara absurd atau samar.
Vagina atau lubang peranakan, alias ‘jalan bayi saat lahir’, memiliki bagian yang disebut labium atau labia, atau bibir vagina. Dan bibir vagina itu sendiri terbagi dua bagian majus (majora) dan minus (minora).
Baca juga: Bangunan dan Benda Peninggalan Kebudayaan Megalitikum di Indonesia
Lalu bagaimana kaitannya kedua alat kelamin tersebut dengan teori politik? Lihatlah bentuk Monas. Monas adalah lambang lingga (phallus). Dia melambangkan laki-laki atau ayah. Itu sebabnya Monas dibangun di dekat Istana Merdeka. Si ayah menggambarkan pihak eksekutif maka tempatnya di Istana Merdeka.
Kemudian lihatlah bentuk gedung DPR-RI, bukankah dia memiliki unsur-unsur bentuk yoni atau vagina dan labium. Perhatikan sekali lagi! Gedung DPR-RI yang berada di Senayan tersebut, dia dilambangkan sebagai ibu, secara politis dia adalah legislatif. Sang ibulah tempat melahirkan anak (Undang-Undang) setelah bekerjasama dengan sang ayah (eksekutif) yang ada di Istana Merdeka.
Demikianlah makna filosofis gedung DPR-RI dan Monas yang ada di Jakarta. Jadi atap gedung DPR-RI tersebut melambangkan Yoni, bukan tempurung kura-kura. Selain dikenal sebagai proklamator, Sukarno juga seorang seniman dan budayawan ulung yang membangun monumen dengan dasar filosofi yang bersumber pada sejarah budaya Indonesia.
Tuliskan Komentar