Nasional

Belanda Tidak Rela Indonesia Merdeka

Meskipun Indonesia pernah dijajah oleh berbagai bangsa, namun yang paling lama serta paling gigih dalam hal mempertahankan wilayah jajahan adalah Belanda. Bahkan beberapa pendapat mengatakan bahwa Indonesia dijajah oleh Belanda selama 350 tahun.

Namun anggapan ini kuranglah tepat, tidak sejengkal pun tanah di Nusantara yang dikuasai Belanda selama itu, karena di awal-awal penjajahan Belanda, belum ada nama Indonesia. Selain itu, sampai abad ke-19, Belanda tidak pernah menguasai seluruh wilayah Nusantara yang luas secara bersamaan. Ada wilayah yang dikuasai Belanda, namun di sisi lain ada wilayah yang masih merdeka. Ada wilayah yang ditaklukkan Belanda, namun di sisi lain ada wilayah yang membebaskan diri.

Pada tanggal 5 Juni 1596, empat kapal Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman mendekati pantai Barat Sumatra, inilah untuk pertama kalinya Belanda menginjakkan kaki di Nusantara. Beberapa hari kemudian mereka mencapai pelabuhan Banten di Jawa Barat pada pada 27 Juni 1596. Semenjak kepulangan Cornelis de Houtman dari Nusantara, mulailah berdatangan para pedagang dari Belanda untuk mendapatkan rempah-rempah di Nusantara.

Karena banyaknya pedagang Belanda yang bersaing dan untuk menghindari persaingan secara tidak sehat, maka Kerajaan Belanda menggabungkan seluruh perusahaan-perusahaan dagang dari Belanda menjadi Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie atau disingkat VOC) pada tanggal 20 Maret 1602.

Baca juga: Inilah Lima Strategi Politik Adu Domba Belanda di Nusantara yang Sukses Memecah Belah

Pieter Both ditunjuk untuk memegang jabatan sebagai Gubernur Jenderal di Nusantara (Hindia Belanda) pertama pada 19 Desember 1610. Selain itu ia juga mendirikan pos perdagangan di Banten. Inilah untuk pertama kalinya Belanda mendirikan kantor dagang di Nusantara.

Pada tanggal 18 April 1618, Jan Pieterszoon Coen diangkat menjadi Gubernur Jenderal. Setelah menjadi Gubernur Jenderal, J.P. Coen tidak tahan terhadap orang Banten dan orang Inggris di Banten, maka ia pun memindahkan kantor dagang VOC ke Jayakarta, di mana ia membangun pertahanan. Pada tanggal 30 Mei 1619, J.P. Coen menaklukkan Kota Jayakarta dan mengganti namanya menjadi Batavia.

Awalnya VOC bersaing dengan Portugis untuk berkuasa di kepulauan Rempah-rempah atau Maluku, namun kekuasaan Portugis di Maluku semakin menyusut karena perlawanan rakyat Ternate sehingga VOC bisa berkuasa di Maluku. VOC juga sukses menundukkan kerajaan-kerajaan lain seperti Kesultanan Gowa, Kesultanan Banten, dan Kesultanan Mataram.

Citra Kerajaan Belanda yang mewakili Hindia Belanda (1916)
Citra Kerajaan Belanda yang mewakili Hindia Belanda (1916). Teks itu berbunyi “Permata kami yang paling berharga.” Foto: Wikipedia.

VOC bangkrut dan ditutup pada tanggal 31 Desember 1799 karena banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk peperangan, selain itu banyak pegawai VOC yang melakukan praktik korupsi turut menjadi penyebab bangkrutnya VOC. Wilayah Nusantara kemudian berada di bawah langsung kerajaan Belanda. Selanjutnya Pieter Gerardus van Overstraten ditunjuk menjadi Gubernur Hindia Belanda pada tahun 1801.

Baca juga: Dari Mana Asal-Usul Penyebutan Belanda Oleh Orang Indonesia?

Untuk mempertahankan wilayah jajahan dari serangan Inggris, Kerajaan Belanda kemudian mengutus Herman Willem Daendels menjadi Gubernur pada tanggal 5 Januari 1808 dan membangun pertahanan di Pulau Jawa. Pada tahun 1811, Inggris berhasil merebut Pulau Jawa dari Belanda. Wilayah Nusantara diserahkan Belanda kepada Inggris melalui Rekapitulasi Tuntang. Kerajaan Inggris kemudian menunjuk Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Jenderal di Hindia Belanda.

Berdasarkan Kongres Wina, wilayah jajahan Belanda yang dikuasai Inggris harus dikembalikan kepada Belanda. Pengembalian itu resmi dilakukan pada Perjanjian London tanggal 17 Maret 1824. Setelah beberapa saat sempat dikuasai oleh Inggris, wilayah Nusantara kembali menjadi milik Belanda dan terus bertahan higga 120 tahun kemudian sampai Jepang datang.

Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942. Belanda mati-matian mempertahankan wilayah jajahannya pada Pertempuran Laut Jawa tanggal 27 Februari 1942. Namun akhirnya Belanda mengalami kekalahan telak dari Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Maka lepaslah wilayah Hindia Belanda yang telah dipertahankan Belanda selama 340 tahun ke tangan Jepang.

Pada perkembangan selanjutnya, Jepang mengalami kekalahan dan menyerah tanpa syarat kepada Tentara Sekutu. Terjadinya kekosongan kekuasaan dimanfaatkan Bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Baca juga: Raja Belanda Menyampaikan Permintaan Maaf Atas Kekerasan yang Terjadi di Indonesia Pada Masa Lalu

Tentara Sekutu datang bersama NICA untuk kembali menegakkan kekuasaan Belanda di Indonesia, namun Bangsa Indonesia telah terlanjur memproklamasikan kemerdekaan. Dengan demikian, terjadilah sengketa dan konflik antara Bangsa Indonesia yang baru saja merdeka dengan Belanda yang ingin kembali berkuasa di Indonesia.

Untuk mengakhiri konflik antara Indonesia dan Belanda, diadakanlah Perjanjian Linggarjati (Linggajati) pada 15 November 1946, Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia sebatas pada wilayah Jawa, Sumatera dan Madura. Pihak Belanda juga hanya akan mengakui Negara Indonesia bila berbentuk negara Federal sehingga dibentuklah Republik Indonesia Serikat (RIS). Tindakan ini dilakukan Belanda untuk mempermudah mendirikan negara boneka di wilayah Indonesia.

Tidak puas dengan Perundingan Linggarjati, Belanda melancarkan Operasi Produk atau yang dikenal dengan nama Agresi Militer Belanda I pada tanggal 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi Produk dibuat oleh Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook yang menegaskan bahwa hasil Perundingan Linggarjati tidak berlaku lagi.

Operasi militer ini merupakan bagian dari Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggarjati.

Baca juga: Koleksi Gambar Peperangan Belanda di Nusantara

Menyikapi Agresi Militer Belanda I, maka diadakan Perjanjian Renville pada tanggal 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian wilayah Republik Indonesia. Selain itu juga disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda.

Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan serangan terhadap Indonesia melalui Operasi Gagak atau yang dikenal dengan nama Agresi Militer Belanda II untuk melemahkan Indonesia. Serangan dilakukan dengan menguasai Kota Yogyakarta yang merupakan ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan terhadap Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya.

Menyikapi hal tersebut, indonesia membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi Sumatra Barat yang diketuai oleh Syafruddin Prawiranegara. Jenderal Sudirman juga ditunjuk untuk memimpin perang gerilya melawan Belanda.

Pada tanggal 14 April 1949, dilakukan Perjanjian Roem-Roijen dan ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949. Hasil dari perjanjian itu adalah angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya, Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar, Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta, angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang.

Baca juga: Pertempuran Laut Aru: Peristiwa Berdarah Pembebasan Irian Barat

Barulah pada tanggal 23 Agustus 1949, Konferensi Meja Bundar (KMB) dilaksanankan hingga tanggal 2 November. Hasil keputusan KMB yaitu Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia serta dilakukan serah terima kedaulatan atas wilayah Hindia Belanda dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Irian Barat.

Indonesia ingin agar semua bekas wilayah Hindia Belanda termasuk Irian Barat menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda tetap bersih keras ingin menjadikan Irian Barat sebagai negara terpisah karena perbedaan etnis. KMB ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Irian Barat bukan bagian dari serah terima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu setahun.

Pada tanggal 19 Desember 1961, Indonesia melancarkan Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat). Indonesia mengirimkan ekspedisi militer untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda dan menggabungkannya dengan wilayah Indonesia. Pada tanggal 15 Agustus 1962, diselenggarakan Persetujuan New York. Hasil dari pertemuan itu adalah wilayah Irian Barat bergabung ke Indonesia.

Dengan masuknya Irian Barat menjadi bagian dari Indonesia, maka kekuasaan Belanda di Indonesia benar-benar habis. Belanda kehilangan wilayah Hindia Belanda yang telah 350 tahun dipertahankan serta memberinya kekayaan, kehilangan permata yang begitu berharga, kini menjadi negara yang merdeka, Indonesia.

Tuliskan Komentar