Awalnya, harian Kompas membuat dan mengembangkan halaman khusus anak-anak. Lalu, P.K. Ojong dan Jakob Oetama (Pendiri Kompas) memutuskan untuk mengembangkannya jadi majalah anak-anak. Mereka pun bekerja sama dengan Majalah Bobo Belanda. Urusan pengembangan majalah ini dipercayakan kepada Adi Subrata dan Tineke Latumeten, dimana keduanya merupakan wartawan harian Kompas. Hingga akhirnya, Majalah Bobo terbit pertama kali pada 14 April 1973.
Pada awal penerbitan, memiliki slogan “Teman Bermain dan Belajar”. Hal tersebut sesuai dengan apa yang disuguhkan Majalah Bobo, yaitu bacaan edukasi sejarah yang menarik bagi anak-anak sekaligus mengandung unsur permainan. Sebagian isinya diserap dari Majalah Bobo Belanda yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia terbit seminggu sekali.
Adapun maskot Majalah Bobo adalah seekor kelinci nakal warna biru bernama Bobo. Ia memakai sweater merah berhuruf “b” dan celana biru tua. Pada tahun 1980 hinggal awal 1990-an huruf “b” pada sweater Bobo sempat berganti huruf “B” kapital.
Peran penting media komik dalam memahami pembelajaran Sejarah dapat dilihat dari fungsinya sebagai perantara, ketika ada materi yang rumit serta materi yang sifatnya abstrak dan sulit dijelaskan secara verbal maka media pembelajaran dapat membantu mengkonkritkan materi tersebut sehingga lebih mudah dipahami. Komik memadukan kekuatan gambar dan tulisan yang dirangkai dalam suatu alur cerita sehingga membuat informasi lebih mudah diserap. Teks dalam sebuah komik membuatnya mudah dimengerti, dan alurnya membuat lebih mudah untuk diingat. Sehingga komik dapat dijadikan media komunikasi visual yang mempunyai kekuatan untuk menyampaikan informasi secara populer dan mudah dimengerti.
Baca juga: Atomic Habits, Catatan Tentang Cara Meningkatkan Kualitas Hidup
61cvwo
9q05ar