Muhammad Toha lahir di Jalan Banceuy, desa Suniaraja, Bandung pada tahun 1927, pada usianya yang menginjak 2 tahun, ayahnya meninggal dunia dan Muhammad Toha menjadi yatim. Toha tumbuh sebagai remaja yang juga memiliki jiwa patriotisme, memiliki tinggi badan 165 cm.
Pada masa pendudukan Jepang, Toha memilih masuk organisasi Seinendan, yaitu barisan pemuda yang dibentuk tanggal 9 Maret 1943 oleh tentara Jepang di Indonesia. Tujuan dari organisasi Seinendan ini adalah untuk mendidik dan melatih para pemuda agar dapat mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri. Akan tetapi, maksud yang sebenarnya ialah mempersiapkan pemuda Indonesia untuk membantu militer Jepang menghadapi pasukan Sekutu.
Ketika Indonesia merdeka, pada usia menginjak 18 tahun, Toha masuk badan perjuangan Barisan Rakjat Indonesia (BRI), yang dipimpin oleh Ben Alamsyah, paman Toha sendiri. BRI selanjutnya digabungkan dengan Barisan Pelopor yang dipimpin oleh Anwar Sutan Pamuncak menjadi Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI). Dalam laskar ini, Toha ditunjuk sebagai Komandan Seksi I Bagian Penggempur.
Ketika Jepang kalah pada Perang Dunia 2, tentara Sekutu bersama dengan NICA kembali ingin menguasai Indonesia yang sudah memproklamasikan kemerdekaan. Seluruh lapisan organisasi perjuangan Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan dan meneriakkan pekik “merdeka atau mati.”
Muhammad Toha |
Tanggal 24 Maret 1946, adalah Misi terakhir Toha bersama sahabat dan rekan seperjuangannya Muhammad Ramdan untuk meledakkan gudang amunisi Sekutu di Dayeuh Kolot, Bandung. Misi ini sangat penting karena terdapat 1.100 ton mesiu yang akan digunakan Belanda.
Pada malam itu, Toha menyusup mencari jalan masuk untuk menghancurkan gudang, Ramdan dan rekannya yang lain mengalihkan perhatian penjaga demi mengamankan jalan bagi Toha sahabatnya. Satu tujuan misi mereka, yaitu menghancurkan gudang mesiu dan persenjataan Belanda itu hingga rata dengan tanah.
Gudang mesiu di selatan kota Bandung ini berada di daerah yang terbuka, gudang besar dan tampak angker. Sulit dicapai karena dijaga ketat dan yang mendekati dapat terlihat dengan mudah oleh penjaganya. Isinya lebih dari seribu ton berbagai jenis persenjataan, granat, bom dan mesiu di dalamnya.
Menghancurkannya adalah misi yang sangat sulit. Namun sangat diperlukan mengingat persenjataan didalamnya adalah alat-alat perang yang mendukung penyerangan tentara Sekutu terhadap perlawanan rakyat dan semua yang mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.
Toha menyusup, rekannya ada yang sudah tertembak, lalu teman-temannya yang lain sigap mengalihkan perhatian tentara penjaga dengan menembak di tempat lain, agar perhatian teralihkan dari Toha. Toha berenang dari sungai Citarum, masuk lewat gorong-gorong. Akhirnya Toha berhasil masuk ke dalam gudang mesiu, mengunci diri didalam, beserta beratus bom berjajar, granat dan senjata. Namun hatinya tak gentar, tekadnya sudah bulat.
Ramdhan di luar sudah gugur tertembak sebagai pembuka jalan bagi Toha. Dipasangnya detonator dan tak lama kemudian ledakan sangat dahsyat terjadi. Besarnya ledakan mengakibatkan musnahnya gudang senjata milik sekutu dan meninggalkan bekas lubang besar di tanah.
Monumen Muhammad Toha dan kolam bekas lubang ledakan gudang amunisi yang diledakkan Muhammad Toha. Foto: mooibandoeng.com |
Muhammad Toha dan beberapa teman seperjuangannya yang lain gugur sebagai kusuma bangsa, walapun diusianya yang masih muda, yaitu 19 tahun, ia rela menukar raganya demi kedaulatan bangsa Indonesia. Kini, lubang bekas lokasi gudang senjata yang pernah diledakkan Muhammad Toha telah tergenag air menjadi kolam yang luas, di sebelah kolam itu dibagun sebuah tugu serta patung untuk memperingati peristiwa itu.
Tuliskan Komentar