Belajar

Jenis-Jenis Manusia Praaksara di Indonesia

Jenis manusia praaksara
Fosil manusia praaksara

Di Indonesia banyak ditemukan fosil jenis-jenis manusia praaksara, di antaranya yaitu jenis Meganthropus, Pithecanthropus, dan Homo.

Fosil manusia di Indonesia pernah ditemukan di masa lalu bersamaan dengan fosil-fosil hewan. Penelitian ilmiah tentang fosil di Indonesia telah di mulai pada abad ke-19 yang terbagi dalam tiga tahap yaitu 1889-1909, 1931-1941, dan 1952-sekarang. Penelitian tentang fosil manusia yang ditemukan di Indonesia ini dipelopori oleh Eugine Dubois, seorang paleontolog Belanda. Dari berbagai penelitian itu, dapat diklasifikasikan beberapa jenis manusia praaksara.

Jenis Meganthropus

Fosil jenis manusia praaksara paling primitif yang ditemukan di Indonesia disebut Meganthropus paleojavanicus. Meganthropus berasal dari kata mega yang berarti besar, dan anthropo yang berarti manusia. Fosil dari jenis meganthropus juga ditemukan di Sangiran (Jawa Tengah) oleh von Koenigswald tahun 1936 dan 1941.

Meganthropus diperkirakan hidup antara 2-1 juta tahun yang lalu. Dari rahang dan gigi yang ditemukan terlihat bahwa makhluk ini adalah pemakan tumbuhan yang tidak dimasak terlebih dahulu. Hal ini berdasarkan asumsi dari temuan rahang dan gigi yang besar dan kuat.

Ketika penemuan fosil, belum ditemukan perkakas atau alat dalam lapisan ini sehngga diperkirakan jenis ini belum memiliki kebudayaan. Secara umum ciri-ciri dari manusia jenis Meganthropus sebagai berikut:

  • Hidup dikisaran 2-1 juta tahun lalu.
  • Memiliki tubuh kekar dan lebih tegap.
  • Memiliki bentuk geraham seperti manusia tetapi tidak berdagu seperti kera.
  • Rahang yang relative lebih besar.
  • Ada penonjolan pada kening dan belakang kepalanya.
  • Memiliki tulang pipi yang relative tebal.
  • Makanan pokok adalah tumbuh-tumbuhan (vegetarian).

Jenis Pithecanthropus

Fosil jenis manusia praaksara yang paling banyak ditemukan adalah fosil Pithecanthropus, sehingga dapat dikatakan bahwa pada saat kala Plestosein di Indonesia didominasi oleh manusia jenis tersebut. Pithecanthropus hidup pada kala Plestosein Awal dan Tengah, dan kemungkinan juga pada Pleistosen Akhir. Sisa-sisa kehidupan manusia jenis Pithecanthropus banyak ditemukan di Perning, Kerdungbrubus, Trinil, Sangiran, Sambungmacan, dan Ngandong.

Hidupnya mungkin dilembah-lembah atau di kaki pegunungan dekat dengan perairan darat di Jawa Tengah dan Jawa Timur (sekarang), yang mungkin dahulu merupakan padang rumput dengan pohon-pohon yang jarang. Genus pithecanthropus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

  • Tinggi badan berkisar 165-180 cm dengan tubuh dan anggota badan tegap.
  • Geraham yang besar, ranhang kuat, tonjolan kening tebal, dan tonjolan kepala yang nyata.
  • Dagu belum ada dan hidungnya lebar.
  • Wajah menonjol kedepan dan dahinya miring ke belakang.
  • Volume tengkorak berkisar antara 750-1300 cc.
  • Alat pengunyah dan otot tengkorak mengecil.
  • Makanan masih kasar dengan sedikit pengolahan.

Fosil Pithecanthropus erectus pertama kali ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1890 di sekitar desa Trinil, wilayah Ngawi, Jawa Timur di sekitar Lembah Sungai Bengawan Solo. Fosil yang ditemukan berupa tulang rahang bagian atas tengkorak, geraham, dan tulang kaki.

Manusia pra aksara Pithecanthropus Erectus memiliki kedudukan diantara manusia dan kera, dengan kata lain mereka mirip seperti kera tetapi dapat berjalan seperti manusia. Manusia pra aksara pithecanthropus erectus hidup pada masa Pleistosen Awal, Pleistosen Tengah, dan Pleistosen Akhir. Pada masa-masa itu, daerah tempat tinggal mereka diperkirakan masih berupa padang rumput dengan pepohonan yang tidak terlalu jauh dengan sumber air.

Beberapa puluh tahun, Pithecanthropus erectus yang ditemukan oleh E. Dubois ini dianggap sebagai manusia pra aksara tertua di Indonesia. tahun 1936-1941, von Koenigswald dan F. Weinderich melakukan penyeledikan disepanjang Sungai Bengawan Solo dan berhasil menemukan fosil tengkorak manusia. Berawal dari penemuan ini, kemudian disimpulkan bahwa manusia tertua bukan Pithecanthropus erectus, melainkan Meganthropus paleojavanicus.

Pithecanthropus yang tertua yang ditemukan adalah Pithecanthropus modjokertensis atau robustus, yang ditemukan di formasi Pucangan di sebalah utara Perning dan Mojokerto. Fosil ini ditemukan tahun 1936 berupa tengkorak anak-naka berusia sekitar 6 tahun berdasarkan tulang pelipis dan sendi rahang bawahnya.

jenis manusia praaksara
Manusia praaksara. Foto: padangkita.com

Jenis Homo

Dilihat dari ciri-cirinya, manusia pra aksara jenis homo lebih maju dan sempurna dari jenis manusia lain yang ditemukan di Indoensia. Manusia pra aksara jenis homo terdapat berbagai macam perbedaan dengan pendahulunya yakni manusia pra aksara jenis Meganthropus dan manusia pra aksara jenis Pithecanthropus.

Jika dibandingkan dengan jenis manusia praaksara Megantropus ataupun Pithcanthropus. Secara fisik, ciri-ciri manusia Homo sudah mirip dengan manusia modern sekrang ini. Misalnya, bentuk kepalanya sudah tidak lonjong.

Fosil manusia jenis Homo yang ditemukan di Indonesia berasal dari kala Plestosein. Rangka yang ditemukan adalah rangka Wajak dan beberapa tulang paha dari Trinil dan tulang tengkorak dari Sangiran. Homo menurut definisi yang dipakai disini memiliki ciri-ciri yang lebih progresif daripada Pithecanthropus. Ciri-ciri manusia pra aksara jenis Homo sebagai berikut:

  • Volume tengkorak bervariasi antara 1000-2000 cc, dengan nilai rata-rata antara 1350-1450 cc.
  • Tinggi badannya juga lebih besar yaitu 130-210 cm dengan berat badan 30-150 kg.
  • Otak dari manusia jenis homo lebih berkembang terutama kulit otaknya sehingga
  • Bagian terlebar tengkorak terletak di sisi tengkorak dan dahinya membulat serta lebih tinggi.
  • Gigi mengecil, begitu pula dengan rahang serta otot kunyah, dan muka tidak begitu menonjol ke depan.
  • Berjalan serta berdiri dengan tegak, dan koordinasi otot sudah jauh lebih cermat dan seimbang.

Temuan fosil di Wajak merupak jenis Homo sapiens. Rangka Wajak ditemukan oleh Rietschoten tahun 1889. Temuan ini diselidiki pertama kali oleh Dubois, dan terdiri atas tulang tengkorak termasuk fragmen rahang bawah dan beberapa buah ruas leher.

Temuan Wajak mengisyaratkan bahwa sekitar 40.000 tahun sebelum sekarang, Indonesia sudah didiami oleh Homo sapiens yang tergolong jenis Wajak, yang berbeda dengan manusia sekarang. Manusia Wajak kelihatannya tidak hanya mendiami Indonesia barat, tetapi juga di sebagian Indonesia Timur. Oleh karena itu, populasinya pasti lebih besar dari Pithecanthropus.

Von Koenigswald menyebutkan barangkali Homo wajakensis termasuk jenis homo sapiens (manusia cerdas) karena telah mengenal teknik penguburan. Diperkirakan jenis ini merupakan nenek moyang dari Austroloid dan menurunkan penduduk asli Asutralia yang sekarang ini.

Tahun 1931-1934 von Koenigswald dan Weidenrich menemukan fosilfosil jenis manusia praaksara di lembah Sungai Bengawan Solo di dekat Desa Ngandong. Jenis manusia pra aksara dari lembah Bengawan Solo tersebut dinamakan Homo Soloensis atau manusia dari Solo.

Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa ternyata manusia pra aksara jenis Homo Soloensis lebih tinggi tingkatannya dari pada Pithecanthropus Erectus. Bahkan, sebagian para ahli menggolongkan ke dalam kelompok Homo Neanderthalensis, yang merupakan manusia pra aksara jenis Homo Sapiens dari daratan Eropa yang sama-sama hidup dilapisan Pleistosen Atas.

Menurut para ahli, Homo soloensis dan Homo neandhertalensis merupakan hasil evolusi dari Pithecanthropus Mojokertensis. Berdasarkan penelitian fosil-fosil yang ditemukan, Homo Soloensis mempunyai ciri-ciri, antara lain sebagai berikut:

  • Otak kecilnya lebih besar daripada otak kecil Pithecanthropus Erectus.
  • Tengkoraknya lebih besar daripada Pithecanthropus Erectus dengan volumenya berkisar 1.000-1.300 cc.
  • Tonjolan kening agak terputus ditengah (di atas hidung).
  • Berbadan tegap dan tingginya kurang lebih 180 cm.

Penemuan manusia jenis homo, juga ditemukan di daerah timur Indonesia. Dibandingkan jenis lainnya, fosil ini memiliki keistemewaan karena tubuhnya yang kerdil. Fosil ini dinamai Homo floresiensi atau manusia dari Flores. Fosil ini ditemukan oleh seorang pastur bernama Verhoeven tahun 1958 di Liang Bua Manggarai, Flores Nusa Tenggara Timur.

Homo floresiensis diperkirakan hidup pada sekitar 30.000-18.000 tahun yang lalu. Berdasarkan penemuan tersebut, dapat diidentifikasi bahwa manusia jenis ini telah mampu membuat peralatan dari batu, pemburu handal, dan menggunakan api untuk memasak. Manusia jenis ini memiliki tubuh sekitar 1meter dan ukuran tengkorak seperti anak kecil.

Homo floresiensis mempunyai ciri memiliki tengkorak yang panjang dan rendah, berukuran kecil, dan dengan volume otak 380 cc. kapasitas cranial tersebut berada jauh di bawah Homo erectus (1000 cc), manusia modern Homo sapiens (1400 cc), dan bahkan berada di bawah volume otak simpanse (380 cc).

Baca juga materi sebelumnya: Beberapa Lokasi Penemuan Fosil Manusia Praaksara di Indonesia

Tuliskan Komentar