Pulau Jawa hingga saat ini masih menjadi lokasi banyaknya penemuan fosil manusia praaksara di Indonesia, kecuali beberapa temuan artefak yang berada di Flores Nusa Tenggara Timur.
Penelitian terbaru pada 2018 dengan adanya temuan kerangka manusia purba di Jawa Barat juga melengkapi banyaknya sebaran manusia purba di wilayah Jawa. Penemuan-penemuan fosil manusia praaksara di Jawa hingga saat ini masih menjadi salah satu temuan penting yang dalam penelusuran asal-usul dan evolusi manusia praaksara di dunia.
Sangiran
Penemuan fosil manusia praaksara pertama di daerah Kalioso yang merupakan salah satu bagian dari wilayah Sangiran berupa vertebrata terjadi tahun 1864 oleh P.E.C Schemulling, namun kurang perhatian oleh peneliti lain.
Hingga pada tahun 1934 wilayah Sangiran kembali menyeruak ketika G.H.R von Koenigswald menemukan artefak litik di wilayah Ngebung yang terletak sekitar 2 km barat kubah Sangiran.
Lapisan batu di Sangiran juga memperlihatkan proses evolusi lingkungan yang panjang. Dimulai dari formasi (lapisan tanah) Kalibeng dari akhir kala Plestosen, berlanjut pada formasi Pucangan dari kala Pleistosen Bawah, formasi Kabuh dari kala Pleistosen Tengah (diselengi lapisan Grenzbank), formasi Notopuro dari kala Pleistosen Atas hingga endapan-endapan teras Resen.
Formasi Kalibeng sebagai sedimentasi lingkungan laut tersingkap di bagian tengah situs berupa lempung biru dengan kepra-aksaraan 2.4 juta tahun.
Trinil, Ngawi, Jawa Timur
Trinil merupakan sebuah wilayah dipinggiran sungai Bengawan Solo, dan masuk dalam adminitrasi Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Ekskavasi pertama di daerah ini dilakukan oleh Eugine Dubois yang menemukan fosil-fosil manusia praaksara yang sangat berharga bagi perkembangan dunia pengetahuan.
Dari penelitian ini ditemukan atap tengkorak Pithecanthropus erectus dan beberapa buah tulang paha (utuh dan fragmen) yang menunjukkan pemiliknya telah berjalan tegak. Tengkorak Pithecantropus erectus dari Trinil snagat pendek tetapi menajang ke belakang. Volume otaknya sekitar 900 cc, dimana volume otak ini merupakan volume otak diantara kera (600cc) dan otak manusia modern (1200cc-1400cc).
Tulang kening sangat menonjol dan di bagian belakang orbit mata terdapat penyempitan yang sangat jelas, menandakan otak yang belum berkembang. Berdasarkan kaburnya sambungan perekatan antartulang kepala, ditafsirkan individu ini telah mencapai usia dewasa.
Kedungbrubus, Madiun, Jawa Timur.
Penemuan manusia praaksara Pithecanthropus Erectus oleh Eugine Dubois di Trinil bukan penemuan pertama. Setahun sebelumnya di Desa Kedungbrubus yang berada di wilayah selatan Pegunungan Kendeng ditemukan sebuah fragmen rahang yang pendek dan sangat kekar dengan geraham yang masih tersisa pada tahun 1890.
Rahang ini menunjukkan bagian bawah yang lebar, yang jauh melampaui rahang manusia modern dan mengenakan ciri yang sangat arkaik. Namun, rahang yang masih menancap menunjukkan ciri gigi manusia, bukan kera. Hal ini diyakini bahwa fragmen rahang bawah tersebut milik rahang hominid. Temuan ini kemudian diumumkan sebagai Pithecantropus A.
Perning, Mojokerto, Jawa Timur
Koenigswald dan Duyfjes menemukan atap tengkorak anak-anak berusia 3-5 tahun di Sumber Tengah, sekitar 3 km di utara Pering tahun 1936. Fosil ini berasal dari endapan yang tebal dari kala Pleistosen Bawah dan Pleistosen Tengah berupa pasing konglemerat formasi Pucangan yang disisipi oleh endapan marin (Duyfjes,1936). Tengkorak dicirikan dengan penyempitan tulang kening bagian occipital yang meruncing, ciri kuat Homo erectus.
Meskipun aspek fisiknya belum berkembang secara penuh karena masih atap tengkorak anak-anak yang berusia sekitar 5 tahun, aspek fisik tengkorak ini menunjukkan dengan jelas ciri-ciri dari Homo erectus.
Hal ini terlihat dari bagian kening yang telah menonjol, penyempitan jelas di daerah orbit mata, maupun bagian belakang tengkorak yang runcing. Penemuan fosil manusia praaksara Homo erectus di Mojokerto ini merupakan individu Homo erectus yang paling praaksara di Indonesia.
Ngandong, Blora, Jawa Tengah
Ngandong adalah sebuah wilayah yang terletak ditepian sungai Bengawan Solo,
yang masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Bermula tahun 1931 ketika mengadakan pemetaan di daerah ini, Ter Haar menemukan endapan teras yang mengandung fosil-fosil vertebrata pada suatu lekukan di Bangawan Solo.
Pada tahun yang sama Ter Haar mengadakan penggalian pada salah satu teras yang berada 20 mater di atas aliran sungai sekarang dan menemukan dua buah atap tengkorak manusia praaksara. Tahun 1933 berlangsung penggalian bersama antara Oppenoorth dan von Koenigswald menemukan beberapa atap tengkorak lainnnya.
Temuan ini kemudian dideskripsikan oleh Oppenoorth sebagai Homo soloensis. Berdasarkan karakter morfologi yang dimiliki manusia Ngandong digolongkan sebagai kelomok Homo erectus maju yang diperkirakan berumur antara 300.000-100.000 tahun.
Tengkorak Homo erectus Ngandong berukuran besar dengan volume otak rata-rata 1.100 cc, ciri yang lebih berevolusi dibanding dengan Homo erectus dari Sangiran maupun Trinil. Ciri lebih maju dengan ditunjukkan dengan bentuk tengkorak dimana atapnya lebih tinggi dan lebih bundar.
Berdasarkan hal-hal di atas otak manusia Ngandong lebih berkembang daripada yang hidup di Sangiran. Apabila dikaitkan dengan tiga tingkat evolusi yang pernah terjadi di Indonesia, posisi Homo erectus Ngandong berada pada bagian paling akhir sehingga tengkorak tersebut merupakan tengkorak Homo erectus yang paling berevolusi, paling maju.
Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah
Penemuan situs ini terjadi tahun 1973 ketika penduduk setempat menggali kanal untuk melancarkan aliran Bengawan Solo menemukan sebuah fosil tengkorak praaksara. Kanal yang digali menajang sekitar 200 m dan lebar 50 m dengan kedalam 12 m.
Lapisan yang mengandung fosil binatang, termasuk tengkorak manusia praaksara kurang lebih 8 meter di bawah permukaan tanah sekarang ini. Fosil vertebrata yang ditemukan antara lain Cervus lydekkiri, Cervus hippelapus, Rhioceros sondaicus, Stegodon trigonochepalus, Elephas sp. dan Bibos Sodaicus.
Komposisi fauna Sambung macan khususnya kehadiran Homo erectus soloensis, Panthera tiguris soloensis, dan Elephas sp., mengidentifikasikan persamaan dengan fauna Ngandong.
Temuan fosil-fosil dari situs Sabungmacan mewakili empat individu yang diwakili oleh tiga buah tengkorak dan sebuah potongan tulang kaki. Dari berbagai segi Homo erectus Sambungmacan memiliki banyak kesamaan dengan Homo erectus Ngandong yang dalam posisi evolutifnya berada pada Homo erectus yang paling maju.
Baca juga materi sebelumnya: Penelitian Sejarah: Sumber-Sumber dan Tahapannya
Tuliskan Komentar