Kuno Nasional Sulsel

Perang Makassar dan Kerugian Besar Kesultanan Makassar

Perang Makassar merupakan perang yang terjadi antara Kesultanan Gowa (Makassar) bersama sekutu-sekutunya yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin melawan Belanda (VOC) yang dipimpin oleh Cornelis Janzon Speelman bersama sekutunya Kerajaan Bone yang dipimpin oleh Arung Palakka.

Perang ini dimulai pada tahun 1666 dan berakhir pada tahun 1667 yang ditandai dengan ditandatanganinya Perjanjian Bungaya. Peperangan ini terjadi akibat perselisihan antara kerajaan-kerajaan di Sulawesi, terutama antara Kerajaan Bone dan Kesultanan Makassar.

Keadaan semakin diperparah akibat datangnya VOC yang membantu kerajaan Bone demi mengalahkan Kesultanan Makassar yang dianggap sebagai penghalang bagi VOC untuk memonopoli perdagangan di timur Nusantara. Dengan demikian, dimulailah Perang Makassar, salah satu perang besar dalam sejarah Nusantara.

Baca juga: 5 Bangsawan Makassar yang Menolak Menyerah Pada Perang Makassar

Pada tanggal 24 November 1666, armada militer VOC yang dipimpin oleh Cornelius Speelman, berangkat dari Batavia. Dengan didukung 21 buah kapal besar, 600 personil dan 400 Laskar Bugis Arung Palakka dan Laskar Maluku/Ambon Kapten Jongker. Armada tiba di depan Benteng Somba Opu tanggal 15 Desember 1966.

Speelman lalu mengirim utusan menemui Sultan Hasanuddin dan meminta Sultan Hasanuddin untuk menyerah. Dengan geram, Sultan Hasanuddin membalas permintaan VOC tersebut dengan berkata, “Bila kami diserang, maka kami akan mempertahankan diri dan menyerang kembali dengan segenap kemampuan yang ada. Kami berada dipihak yang benar. Kami ingin mempertahankan kebenaran dan kemerdekaan negeri kami!”

21 Desember 1666, di pagi buta itu, meriam-meriam VOC mulai memuntahkan pelurunya. Dengan semangat jihad pantang menyerah, para prajurit Makassar, terus menggempur dan melawan. Berbekal perahu-perahu pinisi bersenjata, mereka menyerbu kapal perang VOC.

Perang Makassar
Lukisan yang menggambarkan betapa dahsyatnya Perang Makassar, terlihat potret wajah Cornelis Speelman (sudut kiri atasa) dan Arung Palakka (sudut kanan atas). Foto: attoriolong.com

24 Desember, di Laikang, pantai sebelah selatan Makassar, pasukan darat Speelman dan Arung Palakka mencoba mendarat. Pasukan Makassar bersama rakyat lalu menghadang. Pasukan VOC dibuat kocar-kacir. VOC dipukul mundur hingga ke Bantaeng.

Di Bantaeng, VOC membumihanguskan 30 desa dan lumbung beras Kesultanan Makassar. Menghadapi kegigihan armada tempur Kesultanan Makassar, Speelman merubah taktik perangnya. Ia tidak lagi mengarahkan pasukannya ke Somba Opu, namun ke benteng-benteng yang berada di kerajaan-kerajaan bawahan Kesultanan Makassar, salah satunya adalah Buton.

Baca juga: Memusnahkan Sisa-Sisa Benteng Somba Opu

1 Januari 1667, Speelman tiba di Buton. Saat itu armada militer Kesultanan Makassar yang berkekuatan 700 kapal pinisi, di bawah kepemimpinan Laksamana Alimuddin Karaeng Bontomarannu, tengah mengatasi pemberontakkan Sultan Buton. Peristiwa tersebut tidak disia-siakan oleh Speelman. Ia lalu turun langsung menghantam armada Karaeng Bontomarannu.

4 Januari, akibat pertempuran yang tidak seimbang dan kelelahan luarbiasa, Karaeng Bontomarannu menyerah tanpa syarat kepada VOC. VOC lalu memberikan hadiah 100 ringgit kepada Sultan Buton, sebagai imbalan bekerjasama dengan VOC hingga menang perang.

Bulan Juni 1667, setelah berhasil menguasai Buton, Speelman kemudian berlayar ke Ternate. Disana, VOC dengan dibantu Arung Palakka dan Sultan Mandarsyah raja Kesultanan Ternate, dengan didukung 2000 pasukan Bone, berhasil memukul mundur armada laut Kesultanan Makassar.

7 Juli, setelah menguasai kerajaan-kerajaan bawahan Kesultanan Makassar, barulah VOC mengarahkan moncong-moncong meriamnya ke Benteng Somba Opu.

Baca juga: Benteng Somba Opu, Pertahanan Terakhir Kesultanan Gowa

19 Juli, armada militer VOC mulai mengepung Benteng Somba Opu dari laut dan darat. Pasukan Kesultanan Makassar dipimpin langsung oleh Sultan Hasanuddin dan dibantu oleh Karaeng Karunrung (putra Karaeng Pattingaloang), Karaeng Bontomarannu, Sultan Bima dan Raja Luwu, dengan dukungan sekitar 7000 personil prajurit Makassar.

Suasana Perang Makassar. Foto: attoriolong.com

19 Agustus, benteng Galesong diserang VOC. Dalam serangan ini lumbung beras Kesultanan Makassar kembali berhasil dibakar.

Awal bulan September 1667, VOC mulai kewalahan meghadapi kegigihan pasukan Sultan Hasanuddin. 6000 orang pasukan Arung Palakka dan Kapten Poolman menyerang Galesong dan Barombong. Serangan tersebut berhasil dilumpuhkan dengan meriam besar Anak Mangkasara milik kesultanan Makassar.

Baca juga: Belanda Sekarat di Dalam Benteng Rotterdam

Speelman lalu meminta bala bantuan dari Batavia. VOC lalu mengirim 5 kapal perang besar dibawah komando Kapten Dupon. Pada pertempuran ini Sultan Hasanuddin terlihat lebih kuat dari VOC. Bagaimana tidak, Benteng Somba Opu yang menjadi pusat pertahanan utama Kesultanan Makassar, dipimpin langsung oleh Sultan Hasanuddin dibantu Sultan Harun Al Rasyid, Raja Tallo. Sementara Karaeng Bontosunggu memimpin Benteng Ujungpandang dan Karaeng Popo memimpin Benteng Panakkukang.

22 Oktober, dengan bertambahnya kekuatan armada perang VOC, Speelman merasa diatas angin, ia dan pasukannya mengepung rapat Makassar. Dengan didukung meriam-meriam besar VOC, akhirnya dapat meruntuhkan Benteng Barombong. Setelah Barombong hancur, kini giliran Somba Opu yang diserang.

Pertempuran di sekitar Benteng Panakkukang. Foto: attoriolong.com

Pasukan Speelman dibantu Arung Palakka, mengepung Benteng Somba Opu dari darat dan laut. Terjadi pertempuran yang sangat sengit antara pasukan Makassar dan pasukan Bone, Ternate, Buton dan Maluku. Korban berjatuhan lebih banyak dari bangsa sendiri yang memang sengaja diadu oleh Belanda.

5 November, Speelman melapor ke Batavia bahwa pasukannya sudah sangat kelelahan, 182 serdadu dan 95 matros jatuh sakit. Pasukan sekutunya yang berasal dari Buton, Ternate dan Bugis juga diserang penyakit. Speelman lalu meminta dikirimi lagi perlengkapan dan prajurit.

Dipihak Kesultanan Makassar sendiri, walau semangat tempur pasukan Sultan Hasanuddin tetap tinggi, namun kerugian yang diderita juga tidak sedikit. Selain kelelahan luarbiasa, lalu Benteng Barombong yang telah jatuh ketangan VOC, juga pertempuran antar saudaralah yang paling menyedihkan.

Baca juga: Sederet Gelar Arung Palakka

Bagi Sultan Hasanuddin, kesedihan yang terdalam adalah harus bertempur melawan sesamanya dari Sulawesi. Arung Palakka La Tenri Tatta, saudara sepengasuan yang sudah dianggap seperti saudara kandung sendiri baginya.

Pada hari Jumat, 18 November 1667, setelah bertempur hampir satu tahun, Speelman menawarkan gencatan senjata, dikarenakan kelelahan dari pihak VOC dan sekutunya. Dengan didasari menghentikan pertempuran saudara dan jatuhnya korban yang semakin banyak pada kebuntuan perang, Sultan Hasanuddin akhirnya bersedia menerima gencatan senjata dan menandatangani perundingan perdamaian di Bungaya (dekat Benteng Barombong).

Peristiwa itu kemudian dikenal dengan nama Cappaya Ri Bungaya atau Perjanjian Bungaya. Benteng Ujungpandang diserahkan kepada Speelman dan diganti namanya menjadi Fort Rotterdam. Isi dari Perjanjian Bungaya begitu sangat merugikan Kesultanan Makassar, bahkan bisa dianggap bahwa Perjanjian Bungaya ini merupakan deklarasi kekalahan Kesultanan Makassar.

Ada pun beberapa isi dari Perjanjian Bungaya di antaranya, VOC memegang hak monopoli perdagangan di wilayah Indonesia bagian timur dengan pusatnya Makassar, VOC berhak mendirikan benteng di Makassar, Kesultanan Makassar harus melepaskan daerah kekuasaanya, Arung Palakka diakui sebagai Sultan Bone, serta Kesultanan Makassar wajib membayar semua hutang perang VOC.

Tuliskan Komentar