Jika di Sumatera ada kerajaan Sriwijaya yang wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh Nusantara di bagian barat juga sebagian Asia Tenggara. Di Jawa ada kerajaan Majapahit yang wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh Nusantara.
Maka di Sulawesi ada kerajaan Gowa atau Makassar yang wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh Nusantara bagian timur. Dan hebatnya lagi, kekuasaan kerajaan Gowa memerintah sampai di Australia bagian utara.
Baca juga: Leluhur Bangsa Australia Adalah Para Narapidana Dari Inggris
Hegemoni Gowa memerintah di Australia utara dimulai pada akhir abad ke-16, ketika nelayan Makassar tiba di daratan ini dan menemukan banyak tripan atau timun laut di sepanjang pantai. Timun laut adalah jenis invertebrata yang masih berkerabat dengan bintang laut.
Bagi nelayan Makassar, timun laut adalah salah satu komoditas penting pada waktu itu untuk dijual kepada orang Tiongkok dan Jepang. Pedagang Makassar menyebut daerah Australia bagian utara dengan nama Marege, sementara masyarakat Bugis menyebutnya Barege, mungkin mengacuh pada suku Aborigin.
Di sana, pedagang Makassar melakukan perdagangan dan menjalin hubungan dengan penduduk lokal, orang-orang Aborigin. Pedagang Makassar bertukar pakaian, tembakau, pisau, beras dan alkohol untuk timun laut dan produk laut lainnya yang dijual oleh orang Aborigin.
Baca juga: Perang Makassar dan Kerugian Besar Kesultanan Makassar
Pelaut Makassar juga menyebar ke wilayah barat daya Australia Utara yang sekarang dikenal dengan nama Kimberley. Wilayah Kimberley ini juga disebut Kayu Jawa. Di sana banyak dijumpai banyak tumbuh pohon-pohon asam (Asam Jawa), pohon asam itu ditanam oleh orang Makassar ketika mereka beristirahat sambil menunggu angin untuk kembali ke Sulawesi.
Wilayah kekuasaan Kerajaan Gowa pada masa puncak kejayaannya. Foto: Facebook (ASEAN Heritage & History). |
Ada pula yang berpendapat bahwa pohon asam yang ada di utara Australia tumbuh secara tidak sengaja, masyarakat Makasaar yang memasak ikan biasanya menggunakan asam sebagai salah satu bumbunya, sementara biji asamnya dibuang di sekitar, biji inilah yang tumbuh besar. Dua tempat ini, Marege dan Kayu Jawa, kemudian menjadi dua pelabuhan utama untuk perdagangan timun laut Makassar-Aborigin di Australia selama 300 tahun ke depan.
Orang-orang Aborigin di Australia Utara dikenal menggunakan bahasa yang mirip dengan bahasa Makassar. Beberapa kosakata bahasa Aborigin memiliki arti yang sama dengan bahasa Bugis atau Makassar, seperti rupiah (uang), jama’ah (kerja), dan balanda (orang kulit putih/putih).
Baca juga: Masuknya Bangsa Belanda di Sulawesi Selatan
Selain itu, lukisan gua dan ukiran kayu Aborigin juga ditemukan menggambarkan perahu khas Makassar, serta situs Wurrwurrwuy dalam bentuk struktur batu yang dibuat oleh Aborigin dalam memori orang-orang Makassar. Bukti lain dari relik fisik adalah beberapa meriam tangan atau senapan lantak yang setelah diperiksa ternyata adalah warisan Makassar.
Sebuah sumber menyebutkan bahwa Sultan Makassar melakukan kunjungan retin setiap tahun ke Australia. Sultan menyatakan bahwa Marege dan Kayu Jawa adalah Palili atau wilayah Kerajaan Makassar. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1640, selama masa pemerintahan Sultan Muhammad Said (1639-1653), ayah dari Sultan Hasanuddin.
Ketika rombongan James Cook dari Inggris tiba di benua ini, mereka melaporkan di banyak kapal Celebes bersandar dan berseliweran di sekitar perairan utara Australia. Memasuki awal abad ke-20, banyak pelaut Makassar meninggalkan Marege, karena beban pajak pemerintah Australia dan penurunan permintaan timun laut karena kekacauan di Tiongkok pada waktu itu.
Kapal Pinisi Makassar yang terakhir meninggalkan Australia utara pada tahun 1907. Sementara itu, menurut Daeng Rangka, kapten kapal Makassar terakhir yang mengunjungi Australia, sebelum dia mengangkat jangkar dan meninggalkan Australia, dia mengatakan kepada orang-orang Aborigin bahwa mungkin mereka tidak akan pernah kembali ke Marege lagi.
Tuliskan Komentar