Di masa sekarang, sangat wajar kita menjumpai persaingan antara perusahaan-perusahaan. Perusahaan itu sama-sama berusaha mendapatkan keuntungan, pangsa pasar, dan jumlah penjualan. Para perusahaan biasanya berusaha mengungguli persaingan dengan membedakan harga, produk, distribusi dan promosi.
Ternyata jauh sebelumnya, di masa kolonial, persaingan seperti ini antara perusahaan ternyata telah terjadi, bahkan persaingan itu jauh lebih ketat. Pada masa kolonial di Nusantara, terdapat dua perusahaan dagang besar yang saling bersaing untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah. Kedua perusahaan itu adalah VOC dan EIC. VOC milik Belanda dan EIC milik Inggris.
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Perusahaan Dagang Hindia Timur Belanda atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) didirikan pada tanggal 20 Maret 1602. VOC merupakan persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia.
Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia sekaligus merupakan perusahaan pertama yang mengeluarkan sistem pembagian saham.
Baca juga: Heeren Zeventien, Pemilik Kekuasaan Tertinggi Dalam VOC
Kemunculan perusahaan ini bermula pada tahun 1596, empat kapal ekspedisi yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlayar menuju Nusantara, dan merupakan kontak pertama Nusantara dengan Belanda. Ekspedisi ini mencapai Banten, pelabuhan lada utama di Jawa Barat, di sini mereka terlibat dalam perseteruan dengan orang Portugis dan penduduk lokal.
Cornelis de Houtman berlayar lagi ke arah timur melalui pantai utara Jawa, sempat diserang oleh penduduk lokal di Sedayu yang mengakibatkan ia kehilangan 12 orang awak, dan terlibat perseteruan dengan penduduk lokal di Madura yang menyebabkan terbunuhnya seorang pimpinan lokal. Setelah kehilangan separuh awak maka pada tahun berikutnya mereka memutuskan untuk kembali ke Belanda.
Pada tanggal 31 Desember 1600 Inggris memulai mendirikan perusahaan dagang di Asia yang dinamakan Perusahaan Dagang Hindia Timur Britania atau British East India Company (EIC) dan berpusat di Kalkuta, India. Kemudian Belanda menyusul tahun 1602 dan Prancispun tak mau ketinggalan dan mendirikan French East India Company tahun 1604.
Pada 20 Maret 1602, para pedagang Belanda mendirikan VOC. Di masa itu, terjadi persaingan sengit di antara negara-negara Eropa, yaitu Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, Prancis dan Belanda, untuk memperebutkan hegemoni perdagangan di Timur.
Baca juga: 2 Tokoh yang Mengabdi Pada VOC, Namun Mati di Tangan VOC
Untuk menghadapai masalah ini, oleh Staaten Generaal di Belanda, VOC diberi wewenang memiliki tentara yang harus mereka biayai sendiri.
Selain itu, VOC juga mempunyai hak atas nama Pemerintah Belanda yang waktu itu masih berbentuk republik, untuk membuat perjanjian kenegaraan dan menyatakan perang terhadap suatu negara. Wewenang ini yang mengakibatkan bahwa suatu perkumpulan dagang seperti VOC, dapat bertindak seperti layaknya satu negara.
Hak-hak istimewa yang diberikan kepada VOC itu tercantum dalam Hak Oktrooi (Piagam) tanggal 20 Maret 1602 yang meliputi hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk kepentingan sendiri.
Hak kedaulatan sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk memelihara angkatan perang, memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian. Merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda, memerintah daerah-daerah tersebut, menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan memungut pajak.
Perusahaan ini mendirikan markasnya di Batavia (sekarang Jakarta) di pulau Jawa. Pos kolonial lainnya juga didirikan di tempat lainnya di Hindia Timur yang kemudian menjadi Indonesia, seperti di kepulauan rempah-rempah (Maluku), termasuk Kepulauan Banda di mana VOC manjalankan monopoli atas pala dan fuli.
Baca juga: Pulau Run di Maluku Ditukar Dengan New York di Amerika
Metode yang digunakan untuk mempertahankan monompoli perdaganhan yaitu termasuk melakukan kekerasan terhadap masyarakat lokal, dan juga pemerasan dan pembunuhan massal.
Tahun 1603, VOC memperoleh izin di Banten untuk mendirikan kantor perwakilan, dan pada 1610 Pieter Both diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama (1610-1614), namun ia memilih Jayakarta sebagai basis administrasi VOC yang selanjutnya diubah namanya menjadi Batavia.
Sementara itu, Frederik de Houtman menjadi Gubernur VOC di Ambon (1605-1611) dan setelah itu menjadi Gubernur untuk Maluku (1621-1623).
Pada 1669, VOC merupakan perusahaan pribadi terkaya dalam sepanjang sejarah, dengan lebih dari 150 perahu dagang, 40 kapal perang, 50.000 pekerja, angkatan bersenjata pribadi dengan 10.000 tentara, dan pembayaran dividen 40%.
Perusahaan ini hampir selalu mengalami konflik dengan perusahaan pesaingnya EIC milik pihak Inggris. Hubungan keduanya memburuk ketika terjadi Pembantaian Ambon pada tahun 1623, di mana banyak orang Inggris yang dibunuh oleh Belanda.
Pada pertengahan abad ke-18, VOC mengalami kemunduran karena beberapa sebab sehingga dibubarkan. Alasannya beragam, diantaranya kerena banyak pegawai VOC yang melakukan kecurangan dan korupsi. Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan, contoh perang melawan Sultan Hasanuddin dari Gowa.
Baca juga: Nasib Sultan Hasanuddin Setelah Perang Makassar
Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai yang banyak. Pembayaran dividen (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan setelah VOC mengalami kekurangan pemasukan.
Bertambahnya saingan dagang di Asia, terutama Inggris dan Prancis. Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Batavia 1795 yang demokratis dan liberal menganjurkan perdagangan bebas.
Berdasarkan alasan di atas VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan utang 136,7 juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Nusantara. Aset-asetnya dialihkan kepada pemerintahan Belanda.
East India Company (EIC).
Sama seperti Belanda, Inggris juga mendirikan perusahaan dagang yang mereka namai Perusahaan Dagang Hindia Timur Britania atau East India Company (EIC).
Perusahaan ini merupakan sebuah perusahaan saham-gabungan dari para investor yang didirikan oleh Ratu Elizabeth I pada 31 Desember 1600, dengan tujuan untuk memonopoli perdagangan di Asia terutama di India.
Baca juga: Leluhur Bangsa Australia Adalah Para Narapidana Dari Inggris
Royal Charter atau Piagam Kerajaan secara efektif memberikan perusahaan yang baru berdiri ini sebuah monopoli dalam seluruh perdagangan di Hindia Timur. Perusahaan berubah dari sebuah gabungan perusahaan dagang menjadi kekuatan politik yang memerintah di India ketika perusahaan ini mengambil fungsi pemerintahan dan militer.
Awalnya perusahaan EIC yang bergerak dalam usaha perdagangan rempah-rempah harus bersaing dengan VOC milik Belanda yang sudah mapan. Pada awalnya EIC membuka kantor dagang dan pabrik yang besar di India selatan, tepatnya di kota Machilipatnam di Pantai Coromandel di Teluk Bengal.
Selain di India, EIC juga sempat mendirikan kantor dagangnya di wilauah Nusantara, tepatnya di daerah Banten, Jawa Barat. Impor lada dari Jawa adalah bagian penting dari perdagangan perusahaan selama dua puluh tahun.
Pada tahun 1683, kantor dagang dan pabrik EIC di Banten ditutup karena sedang berkonflik dengan VOC. EIC kemudian pindah ke daerah Bengkulu pada tahun 1685 dan bertahan di sana sampai dengan bulan Maret 1825, ketika seluruh kekuatan Inggris meninggalkan Bengkulu.
Baca juga: Perang Makassar dan Kerugian Besar Kesultanan Makassar
EIC terus bertahan hingga lebih dari dua setengah abad kemudian sampai terjadi pemberontakan tahun 1857 di India. Hampir sama dengan nasib VOC, latar belakang pemberontakan ini adalah korupsi yang meluas dalam EIC dan rasa tidak puas raja-raja di wilayah India atas dominasi EIC.
Para pemberontak di India mendapat dukungan dari raja-raja di wilayah India yang sebelumnya terampas kekuasaannya oleh EIC. Kemudian secara bersama-sama mengangkat Maharaja Mughal (penguasa India sebelum EIC) sebagai pemimpin perlawanan.
EIC berhasil memadamkan pemberontakan setelah mendatangkan bantuan pasukan dari Eropa dan koloninya yang lain terutama Burma (sekarang Myanmar), dengan dibantu para bangsawan India yang masih setia kepada EIC dari kaum Sikh.
Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan, EIC dibubarkan pada tahun 1858. Selanjutnya, kekuasaan di India dijalankan secara langsung oleh Kerajaan Inggris.
Tuliskan Komentar