Pada dasarnya identifikasi penyatuan tersebut sebenarnya lebih kepada sebuah bentuk dari hasil simbiosis peradaban dan kebudayaannya. Salah satunya adalah budaya maritim. Banyak literatur sejarah mencatat jejak rekam pengembaraan kedua etnis Bugis Makassar mengarungi laut.
Kisahnya memang beda terutama jejak teritorinya. Apakah hal itu adalah hasil dari sebuah persepakatan? Entahlah. Namun yang pasti, Suku Bugis lebih dominan saat mengarungi laut ke Utara, sedang Suku Makassar lebih dominan saat mengarungi laut ke Selatan.
Suku Makassar merupakan sebuah etnis yang berada bagian pesisir selatan pulau Sulawesi. Masyarakat Makassar berjiwa penjelajah dan dikenal berjaya di lautan. Terbukti pada abad ke15-17, melalui Kerajaan Gowa, berhasil membentuk satu wilayah kerajaan yang luas dengan kekuatan armada laut yang besar dan sangat disegani.
Baca juga: Sejarah Asal Mula Kemunculan Nama dan Kota Makassar
Mereka berhasil membentuk suatu imperium berwarnakan Islam, mulai dari hampir keseluruhan pulau Sulawesi, Kalimantan bagian timur, sebagian Nusa Tenggara Timur, sebagian Nusa Tenggara Barat, sebagian Maluku, menjalin traktat dengan Bali, kerjasama dengan Malaka, Banten dan kerajaan lainnya dalam lingkup Nusantara.
Dalam sejarah tercatat, ketika kerajaan Gowa melakukan penaklukan hingga ke tanah Bugis, semua ahli konstruksi di tiap kerajaan taklukannya diboyong ke Makassar untuk membangun pelabuhan Somba Opu yang populer itu.
Penjelajahan laut suku Makassar teridentifikasi lebih dominan di teritorial Selatan hingga jauh ke Afrika Selatan. Sejarah tersebut dibuktikan dengan terdapatnya sebuah daerah yang bernama Maccassar. Bahkan diduga penduduk setempat merupakan keturunan campuran antara penduduk asli dengan orang-orang Makassar yang bermigrasi ke wilayah ini.
Sedangkan nama Maccassar diduga karena mereka berasal dari tanah nenek moyang mereka dari Makassar. Nama Maccassar ada lebih dari satu di Afrika Selatan, bahkan ada juga di Mozambique, negara tetangga Afrika Selatan.
Baca juga: Ketika Kesultanan Gowa Memerintah Australia
Penjelajahan pelaut Makassar juga menyasar hingga ke benua Australia untuk mencari tripang laut dan menempatkan mereka dalam sejarah sebagai penemu benua tersebut jauh sebelum penjelajah Eropa datang.
Koleksi Lukisan Pinisi terpajang di dinding Museum La Galigo, Makassar. Kapal Pinisi merupakal kapal layar yang menjadi kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan. Foto: kilasdaerah.kompas.com |
Sementara itu, pelaut dari suku Bugis terkenal dengan prinsipnya “Lebih baik tenggelam daripada surut kembali sebelum tujuan tercapai.” Prinsip simbol itu adalah identifikasi semangat pelaut Bugis yang tinggi. Mereka sangat peka terhadap lingkungan dan dikenal kerap memanfaatkan kondisi alam sebagai sarana untuk mendukung kemajuan peradabannya.
Lingkungan alam Sulawesi Selatan telah membentuk daya pikir dan kesadaran mereka akan laut. Mereka membuat media perahu bernama Jukkung kemudian sarana pelayaran yang lebih besar yang disebut sompe.
Sompe dikenal sebagai sampan yang berukuran lebih besar dan panjang yang menampung lebih banyak orang dan muatan. Secara harfiah, sompe memiliki makna sebagai layar, selain itu sompe juga memiliki makna sebagai merantau. Tujuan orang Bugis bertualang semata-mata adalah berdagang. Mereka bahkan bisa menguasai sebuah wilayah hanya untuk memperlancar urusan dagangnya.
Baca juga: Bandar Pancana: Kota Niaga Masa Lalu di Barru
Pelabuhan pelabuhan kuno Bugis antara lain Bacukiki, Suppa, dan Bone pada abad 13-14 dibangun untuk memuaskan hasrat dagangnya dibanding untuk tujuan supremasi kekuasaan. Bisnis perdagangan Bugis pada masa itu sudah go Internasional.
Untuk melancarkan perjalanan misi dagang mereka ke berbagai wilayah, suku Bugis lebih banyak berafiliasi dengan suku Bajo, etnis penguasa laut yang dikenal sebagai manusia perahu dan etnis penjelajah yang tangguh menaklukkan laut yakni suku Mandar.
Dengan naluri dagang yang tinggi, penjelajah Bugis dominan menjelajah ke teritorial utara mulai dari Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Kalimantan, Sumatera hingga sebagian besar jazirah Asia tenggara. Negara-negara Asia yang identik dengan perdagangan pasti dikuasai Bugis seperti Singapura, Malaysia, Brunei dan Philipina. Tidak sedikit pemimpin dari negara itu adalah keturunan Bugis.
Abad 17 diperkirakan adalah puncak menyatunya peradaban kebudayaan maritim Bugis dan Makassar yang pada akhirnya menghasilkan karya hegemoni budaya maritim paling fenomenal yakni perahu Pinisi.
Daya jelajah perahu Pinisi yang lebih luas jangkauannya membuat kedua etnis ini berkolaborasi memanfaatkannya untuk berbagai kepentingan berskala besar seperti perdagangan, menyebarkan pengetahuan, agama bahkan untuk kebutuhan perang regional.
Artikel ini diterbitkan berdasarkan tulisan dari Indra J Mae.
Sumber: facebook.com/groups/sempugi/permalink/10157353565676312
Tuliskan Komentar