Pada suatu ketika, tangannya dipatuk oleh seekor burung rangkong yang menyebabkan muncul luka pada tangannya, namun luka pada tangannya ini tidak kunjung sembuh, sehingga diberilah gelar kepadanya Petta Tomaburu Limmanna (orang yang tangannya hancur). Ia memiliki kebiasaan yaitu rajin datang berkunjung menyembah kepada raja Gowa, ia juga disenangi oleh orang banyak, bukan hanya rakyatnya, namun juga disegani oleh kerajaan lain di Sulawesi Selatan.
Tomaburu Limmanna memiliki banyak keturunan. Perilakunya juga rendah hati dan suka membantu orang. Jika ada rakyatnya yang sedang kesusahan, maka ia pun dengan rendah hati mendatangi semuanya tanpa membeda-bedakan status kebangsawanannya. Salah seorang diantaranya yang pernah dibantu olehnya yaitu Daeng Lepa yang merupakan putri dari anak tengah To Sangiang yang dirawat dan dididik, Daeng Lepa inilah nantinya menjadi raja di Bawamua, yang bukan dari turunan raja.
Baca juga: Peranan La Bandu Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia di Tanete-Barru
Suatu ketika Tomaburu Limmanna berangkat ke Gowa untu menyembah kepada Karaeng Gowa, secara kebetulan pada saat Tomaburu Limmanna menghadap Karaeng Gowa, datang pula Opu Tanete dari kerajaan Tanete di Pulau Selayar menghadap Karaeng Gowa, rombongan dari Tanete Selayar ini datang membawa jenazah Lasoe yang merupakan anak Datu Luwu yang tertimpa musibah, perahunya tenggelam dan kemudian terdampar di Selayar, dibawalah jenazah ini ke Gowa. Karaeng Gowa kemudian memohon kepada Tomaburu Limmanna dan Opu Tanete untuk bersama-sama membawa jenazah tersebut ke kerajaan Luwu.
Peta kuno Kerajaan Agangnionjo/Tanete yang dibuat oleh Jean Michiel Aubert pada tahun 1752. Foto: commons.m.wikimedia.org |
Oleh karena itu, bersama-sama diangkatlah jenazah tersebut ke atas perahu raja Agangnionjo, kemudian berlayar sampai ke Agangnonjo. Begitu peti mayat itu sampi di Agangnionjo, digotonglah naik ke belakang istana, kemudian dibuatkan usungan. Setelah itu diusunglah jenazah itu menuju Luwu diringi oleh Tomaburu Limmanna dan Opu Tanete, mereka bersama-sama bahu-membahu mebawanya hngga ke Luwu, tumbuh lah rasa persaudaraan di antara kedua raja ini. Sebagai tanda persaudaraan, maka nama kerajaan Agangnionjo diubah menjadi kerajaan Tanete, tanda bersatunya orang yang ada di Tanete Selayar dengan Rakyat Agangnionjo.
Jika rakyat Agangnionjo bepergian ke Tanete Selayar, Maka ia menjadi orang Tanete Selayar, begitupun sebaliknya jika orang Tanete Selayar berkunjung ke Agangnionjo, maka ia sudah dianggap sebagai orang Agangnionjo. Jika raja dari kedua negeri saling melewati negeri, maka wajib bagi mereka untuk singgah sebentar sekalipun meraka dalam keadaan terburu-buru.
Baca juga: Tanete-Barru Pada Masa Pemerintahan Andi Baso Paddippung
Setelah itu Opu Tanete bersama Tomaburu Limmanna berangkat kembali ke Gowa untuk menyampaikan bahwa mereka telah berhasil mengembalikan jenazah tersebut ke Luwu. Setelah itu kedua raja ini diizinkan untuk kembali ke negerinya masing-masing, Opu Tanete kembali ke Selayar, sementara Tomaburu Limmanna kembali ke Agangnionjo yang telah berganti nama menjadi kerajaan Tanete.
Petta Tomaburu Limmanna kemudian menikah dengan orang Gowa yang masih memiliki dara keturunan Luwu. Selang beberapa lama pernikahannya, istri Tomaburu Limmanna kemudian melahirkan seorang anak, anaknya itu kemudian dibawa ke Sigeri dan menetap di kampung Taruttung.
Oleh karena keluarganya tinggal di Sigeri, yang dilakukan Tomaburu Limmanna setiap hari hanya bolak balik Sigeri-Tanete, ia membuka sawah pertanian di Sigeri, mencari ikan, dan juga sering naik turun gunung untuk berburu. Jika Tomaburu Limmanna kembali ke Tanete, maka ia diiringi oleh orang Sigeri, nanti setelah sampai di Tanete, barulah orang Sigeri kembali. Begitupun sebaliknya, Jika Tomaburu limmanna berkunjung ke Sigeri, maka ia diiringi oleh orang Tanete, nanti setelah sampai ke Sigeri, barulah orang Tanete kembali.
Baca juga: Swapraja Tanete-Barru Pada Masa Pemerintahan Andi Iskandar Unru
Pada masa ini, kerajaan Tanete kian ramai didatangi oleh bangsa-bangsa dari mancanegara. Diantaranya ada orang Parengki yang masuk ke Tanete kemudian diberi tempat bermukim di sebelah selatan hulu sungai Lajari, itulah sebabnya kampung itu diberi nama kampung Laparengki.
Datang pula seorang putri dari negeri Johor yang kemudian diberi tempat bermukim di sebelah selatan Sungai Tanete, putri Johor tersebut kemudian diturungkan dari kapalnya dengan cara digotong oleh dua orang menggunakan tangan atau ripanca, itulah sebabnya kampung itu diberi nama Kampung Pancana. Pancana inilah nantinya yang akan menjadi ibu kota kerajaan sekaligus salah satu kerajaan bawahan Tanete.
Makam Petta To Maburu Limmanna di dalam Kompleks Makam Petta Pallase’-Lase’E. Foto: Erik Hariansah |
Tomaburu Limmanna menerima banyak warisan lahan pertanian dari raja sebelumnya, karena dianggap terlalu luas baginya, maka lahan pertanian itu kemudian dibagikan kepada rakyatnya untuk dikerjakan. Sementara yang menjadi hak mutlak sang raja adalah semua lahan pertanian yang ada di dalam benteng. Tomaburu Limmanna juga masih menguasai tambak di kampung Berarue, selain sawah dan tambak, sang raja juga punya kekuasaan atas sungai dan lautan. Meskipun demikian, tetap rakyat Tanete juga yang harus mengerjakan, merawat, dan menjaganya.
Baca juga: Riwayat Ratu Tanete We Tenriolle
Petta Tomaburu Limmanna kemudian mengangkat saudara-saudara dan anak-anaknya menjadi penguasa di beberapa wilayah di dalam kerajaan Tanete, wilayah-wilayah tersebut dijadikan palili atau kerajaan bawahan, wilayah-wilayah tersebut antara lain Alekale, Punranga, Tinco, Ajangpulu/Jempulu, Dengeng Dengeng, Gattareng, Barang, Salopuru, Wanua Waru/Wanawaru, Pange, Pangi, Beruru, Lemo, Bellayanging, Rea, Mammeke, Ampiri, Balenrang, Salomoni, Bolli, Cinekko, Lipukasi, Lalolang, Pao-Pao, Palludda, Laponcing, Lempang, Barammase, dan Pancana.
Tidak lama setelah hal-hal penting yang menyangkut pembagian wilayah kerajaan Tanete tersebut, Petta Tomaburu Limmanna kemudian wafat. Ia diebumikan di dekat makam Daeng Sanjai, dan yang menggantikannya memerintah di Tanete yaitu saudaranya, Petta Pallase-lase’e. [Sumber: Gising, Basrah. 2002. Sejarah Kerajaan Tanete. Makassar: Sama Jaya.]
Tuliskan Komentar