Situs Sulsel

Situs Pemakaman Londa di Toraja

Londa adalah kuburan yang berupa gua alam. Gua ini memiliki kedalaman sekitar 1000 meter, gelap di beberapa tempat naik turun cukup terjal, dan sebagian hanya memiliki ketinggian sekitar satu meter sehingga orang harus membungkuk melewatinya.

Di dalam gua terdapat ratusan tengkorak dan ribuan tulang belulang yang sebagian sudah berumur ratusan tahun. Situs Londa merupakan gua alam yang dijadikan tempat pemakaman para leluhur Tana Toraja. Gua ini terletak di desa Sandan Uai, kecamatan Sanggalangi, sekitar 7 kilometer dari pusat kota Makalele, Toraja.

Di daerah ini terdapat bukti batu yang dijadikan kuburan desa. Banyak peti yang diletakkan dalam gua, di dalam lubang tebing dan digantung ditebing. Erong (peti mati) diatur sedemikian rupa mengantung di dinding bukit. Yang membedakan adalah patung atau tau-tau yang ada di lubang dibuat dengan ukuran sesuai aslinya dan didandani layaknya yang bersangkutan semasa hidupnya.

Patung-patung ini ditempatkan dalam satu “ruang semacam beranda” besar di sisi atas mulut gua seakan penyambut tamu setiap kunjungan. Tidak semua yang meninggal memiliki patung, hanya golongan bangsawan yang prosesi pemakamannya diadakan dengan upacara adat tertinggi yang berhak dibuatkan patung tersebut.

Baca juga: Stratifikasi atau Pelapisan Sosial Pada Masyarakat Toraja

Menurut adat Tana Toraja, setiap jenazah di gua Londa yang dimakamkan melalui upacara adat tertinggi akan dibuatkan replikanya dalam bentuk patung yang dinamakan tau-tau lengkap dengan pakaian adat Toraja sedangkan mayatnya disemayamkan dalam peti mati khas yang disebut erong.

Sering kali juga pada tau-tau disertakan benda kesayangan dari sang mendiang, seperti makanan, rokok dan sebagainya. Posisi erong pun dibedakan menurut status sosialnya. Semakin tinggi letak erong pada dinding gua semakin tinggi pula status sosialnya di masyarakat Tana Toraja.

Bagian depan situs Londa
Bagian depan situs Londa. Foto: veyliburan.blogspot.com

Dua buah tengkorak dalam peti di salah satu sudut dalam gua Londa, Toraja Di bagian luar gua pengunjung akan menjumpai beberapa peti model kuno yang tergantung atau pun diletakkan begitu saja di atas tanah. Peti mati ini disebut erong dengan tiga bentuk masing-masing rumah adat bagi keturunan bangsawan, kerbau bagi pria dan babi bagi wanita.

Peletakan peti-peti ini mengikuti strata sosial dari yang meninggal. Semakin tinggi status sosialnya, semakin tinggi pula letak erongnya. Erong yang sudah berlumut tergeletak di depan pintu masuk salah satu gua di Londa. Tengkorak sepasang kekasih yang masih bertalian darah. Romi & Yuli dari Londa memilih mengakhiri hidupnya karena hubungan mereka tidak direstui oleh keluarga.

Dinding tebing yang tinggi maupun dinding ceruk dan gua yang terdapat di kaki bukit, digunakan sebagai tempat pemakaman erong maupun pemakaman baru sekarang. Menurut cerita penduduk setempatan (Marla Tandirerung),mengatakan bahwa pada masa lampau erong para bangsawan tinggi yang berbentuk perahu dengan ukuran besar dan kaya dengan ragam hias diletakkan di atas tebing, namun sudah lapuk dan jatuh ke dasar tebing.

Erong yang tergantung pada dinding ceruk dikaki bukit, digunakan oleh para keluarga bangsawan, dan yang dikuburkan di dalam gua adalah masyarakat biasa yang tidak menggunakan wadah erong. Sampai sekarang situs tersebut masih digunakan sebagai tempat pemakaman, dengan menggunakan keranda biasa sebagai wadah kubur.

Baca juga: Bangunan dan Benda Peninggalan Kebudayaan Megalitikum di Indonesia

Temuan erong di Situs Londa sebanyak 43 buah, 39 bentuk perahu,3 bentuk kerbau, 1bentuk babi,6 erong bentuk perahu berhias,47 tidak berhias,30 lengkap dan 13 tidak lengkap. Sebahagian besar erong yang terdapat di situs tersebut, sudah direnovasi, bahkan ada yang sudah diganti dengan bahan baru. Temuan lain adalah patung-patung dari kayu (tau-tau) yang diletakkan berderet diceruk bagian sudut selatan.

Selain itu, di dasar ceruk terdapat dulang, fragmen tulang, tengkorak, fragmen gerabah, fragmen erong, usungan mayat berbentuk rumah Toraja, keranda-keranda kubur baru dan benda-benda persembahan para pengunjung.

Tau-tau. Foto: galeriwisata.wordpress.com

Beberapa erong bentuk perahu dengan ukuran besar dan kaya dengan ragam hias yang terletak di dasar ceruk sudah mengalami kerusakan, seperti tutup sudah tidak ada sebagian badannya telah lapuk. Erong bentuk kerbau ukurannya hampir sama semua, termasuk ukuran besar, sedangkan erong bentuk babi yang terletak di dasar ceruk sudah tidak lengkap, namun kelihatannya ukurannya termasuk ukuran besar.

Pada bagian dalam terdapat tumpukan tulang dan tengkorak yang tidak bertulang, pada erong inilah yang di ambil sampel untuk dianalisis usianya. Kerusakan erong pada situs tersebut selain karna pelapukan, juga karna masih di gunakan terus sebagai pemakaman baru. Erong yang sudah lapuk dipindahkan dan tempatnya untuk meletakkan keranda baru.

Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal. Dalam kepercayaan Aluk Tudolo, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar pesta pemakaman yang besar. Pesta pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari.

Baca juga: Daftar Situs Sejarah dan Cagar Budaya di Kabupaten Barru

sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Musik suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan ratapan merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah.

Upacara pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya pemakaman. Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju Puya (dunia arwah, atau akhirat).

Bagian dalam gua situs Londa. Foto: phinemo.com

Dalam masa penungguan itu, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah Tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke Puya.

Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau. Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok. Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu pemiliknya, yang sedang dalam “masa tertidur”. Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan dan akan lebih cepat sampai di puya jika ada banyak kerbau.

Baca juga: Kompleks Makam Raja Nepo

Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman yang diiringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang muncrat dengan bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena hal itu akan dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum.

Ada tiga cara pemakaian: Peti mati dapat disimpan di dalam gua, atau di makam batu berukir, atau digantung di tebing. Orang kaya kadang-kadang dikubur di makam batu berukir. Makam tersebut biasanya mahal dan waktu pembuatannya sekitar beberapa bulan. Di beberapa daerah, gua batu digunakan untuk menyimpan jenazah seluruh anggota keluarga.

Patung kayu yang di sebut tau-tau biasanya diletakkan di gua dan menghadap ke luar. peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing. Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan membuat petinya terjatuh.

Tuliskan Komentar