Catatan sejarah sering menyebut gempa tahun 1556 di Tiongkok itu sebagai Gempa Besar Jiajing, karena terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Jiajing era dinasti Ming. Perkiraan korban tewas berasal dari catatan sejarah lokal.
Dalam catatan itu, dideskripsikan gempa Jiajing sangat berbeda dari yang lain, mereka menggambarkan gunung yang rata, banjir, kebakaran yang terjadi selama berhari-hari, lanskap atau keadaan alam yang berubah secara drastis, dan diperkirakan bahwa beberapa wilayah telah kehilangan sekitar 60 persen dari populasi mereka.
Meskipun kita tidak dapat memastikan seberapa akurat perkiraan jumlah korban meninggal, gempa Jiajing masih dianggap sebagai gempa bumi paling mematikan hingga saat ini karena jumlah kematiannya jauh lebih tinggi daripada bencana lainnya.
Baca juga: Letusan Gunung Berapi Paling Mematikan dalam Sejarah
Yang paling dekat dalam hal jumlah korban yang kita ketahui adalah gempa bumi dan tsunami 2004 di Samudra Hindia yang menewaskan sekitar 230.000 orang di Indonesia, Thailand, Sri Lanka, dan India.
Setelah pengembangan skala Richter pada 1930-an, para ilmuwan berteori bahwa gempa bumi Shaanxi mungkin berkisar antara 8,0 hingga 8,3 skala Richter, bukan yang terkuat yang pernah tercatat, tetapi jelas memakan banyak korban.
Gempa paling kuat adalah Gempa Valdivia berkekuatan 9,5 yang melanda Cili pada tahun 1960, menurut US Geological Survey (USGS). Gempa itu menciptakan tsunami, yang bersama-sama menewaskan sekitar 5.700 orang. Sementara gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004 tercatat memiliki kekuatan gempa sebesar 9,3 skala richter.
Gempa Bumi Shaanxi 1556. Foto: medan.tribunnews.com |
Jadi, jika gempa Jiajing bukan gempa terkuat, mengapa itu yang paling mematikan? Kemungkinan besar, angka kematian yang tinggi disebabkan oleh padatnya penduduk dan bangunan batu yang dibangun dengan buruk.
Menurut catatan lokal, orang-orang di provinsi Shaanxi dan Shanxi menanggapi bencana alam yang melandanya dengan mencoba membangun kembali bangunan rumah mereka dengan cara yang akan mengurangi dampak gempa bumi di masa mendatang.
Karena gempa telah merobohkan begitu banyak bangunan yang terbuat dari batu, masyarakat membangun kembali dengan bahan bambu dan kayu, yang lebih tahan terhadap gempa bumi dan akan mengurangi resiko saat menimpah penghuni rumah.
Qin Keda, salah seorang Sarjana di Tiongkok yang selamat dari gempa Jiajing, menulis catatan tentang keadaan saat gempa Jiajing, ia juga menulis tips keselamatan bagi orang-orang untuk diikuti jika suatu saat kembali terjadi gempa.
Baca juga: Revolusi Cina: Berakhirnya Era Dinasti dan Munculnya Negara Republik
Dia menyarankan: “di awal gempa, orang-orang di dalam ruangan tidak harus segera keluar. Hanya berjongkok dan menunggu peluang. Ibaratkan jika sebuah sarang burung jatuh dari pohon, beberapa telur di dalamnya mungkin masih tetap utuh.”
Saran Qin Keda untuk tinggal di dalam ruangan itu benar. Bahkan, itu mencerminkan saran yang diberikan oleh USGS saat ini yang dituliskan dalam sebuah artikel berjudul “Fakta Gempa Bumi & Fantasi Gempa Bumi” pada laman websitenya.
USGS mengatakan bahwa jika Anda berada di dalam sebuah bangunan saat terjadi gempa, tidak aman untuk menuju pintu. Berlari selama gempa bumi sangat berbahaya dan tetap berada di dalam dapat melindungi Anda dari puing-puing yang berjatuhan.
USGS menyarankan bahwa jika gempa bumi terjadi saat Anda berada di dalam ruangan, Anda harus “DROP, COVER, AND HOLD ON.” Pada dasarnya, saran yang diberikan USGS sama dengan yang diberikan oleh Qin Keda lebih dari 450 tahun yang lalu.
Rujukan: www.history.com/news/the-deadliest-earthquake-ever-recorded
Tuliskan Komentar