Sebagai mana halnya daerah-daerah lainnya di Indonesia di mana dalam pemberian suatu nama mengandung makna yang berhubungan dengan situasi tempat atau mengandung cita-cita atau harapan yang dianggap sangat vital ataukah pemerian nama itu karena ada unsur historis dan pertumbuhan daerah yang bersangkutan.
Dari beberapa mitos yang berkembang tentang nama Lamuru itu berasal dari nama orang. Ada anggapan aha orang yang bernama Lamuru yang diambil untuk nama daerah ini berasal dari Kajuara dan ada pula yang berpendapat berasal dari daerah Tellulimpoe. Kedua tempat tersebut tidak berada jauh dari Lamuru sekarang.
Diabadikannya nama Lamuru itu sebagai nama tempat adalah karena suatu peristiwa gaib menurut anggapan masyarakat pada waktu itu. Sudah menjadi adat tradisional pada saat-saat tertentu diadakan pesta oleh kaum bangsawan, serta diadakan perburuan. Lamuru dikelilingi bukit-bukit, oleh karena itu disebut Lebba Tengngae yang artinya dataran rendah yang dikelilingi oleh gunung.
Baca juga: Presiden Sukarno Mengunjungi Kerajaan Bone
Suatu ketika daerah itu diadakan perburuan, tiba-tiba salah seorang pesertanya yang bernama Lamuru menghilang bersama anjing hitamnya. Setelah diusahakan pencarian oleh masyarakat, akhirnya yang ditemukan hanya anjingnya saja di suatu tempat dengan sikap seperti menunggui sesuatu.
Karena Lamuru sudah tidak ditemukan lagi, maka di tempat anjing itu ditemukan diberikan pagar batu sebagai tanda. Daerah di mana Lamuru itu menghilang kemudian disebut Lamuru sebagai tanda atas menghilangnya diri Lamru. Sementara tempat di mana dibuat pagar batu tempat anjing hitam ditemukan disebut Lalebata.
Selain pemberian nama Lamuru dari peristiwa menghilangnya seorang pemburu, juga ada pemberian nama dari segi etimologi, dari kata dalam bahasa Bugis yaitu naurung yang berarti mengurung. Wilayah Lamuru dianggap terkurung oleh wilayah kekuasaan kerajaan-kerajaan besar lainnya seperti Bone, Soppeng, dan Tanete. Kata naurung inilah yang nantinya berabah pengucapannya menjadi Lamuru.
Terbentuknya kerajaan Lamuru agak sulit untuk ditentukan secara pasti, mengingat bahwa hingga kini belum ditemukannya sumber-sumber atau bukti-bukti sejarah yang menjelaskan kapan berdirinya kerajaan Lamuru.
Kompleks Makam Raja-Raja Lamuru. Foto: Erik Hariansah |
Diyakini Lamuru sebagai suatu pemukiman sudah cukup tua. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya artefak praaksara sejenis marospoint dan flakes yang diperkirakan telah berusia kurang lebih 2000 tahun sebelum Masehi karena terjadi pada zaman Mezolitikum.
Kesulitan penentuan waktu yang terjadi pula pada kerajaan lain di Sulawesi Selatan, ini disebabkan karena penemuan sumber sejarah berupa lontara di Sulawesi Selatan ditemukan nanti pada masa pemerintahan raja Gowa Tumamparisi Kallonna sekitar tahun 1500 Masehi.
Pada masa itulah Tumailalang, yaitu Daeng Pamatte membuat Lontara atas perintah raja Gowa. Huruf Lontara itu pada mulanya hanya berjumlah 18 huruf saja dan nanti seratus tahun kemudian baru ditambah dengan huruf Ha, sehingga menjadi 19 huruf seperti sekarang ini.
Tidak seperti di Jawa di mana banyak ditemukan Prasasti yang dapat menjadi petunjuk tentang perkembangan suatu kerajaan. Maka untuk mencari penentuan waktu suatu fase pemerintahan di Sulawesi Selatan seperti halnya di Gowa, maka perhitungan dimulai pada masa pemerintahan raja Gowa yang bernama Tunipallangga Ulaweng yang tercatat dalam buku lontara memerintah pada tahun 1547 sampai dengan 1565.
Baca juga: Rumpana Bone: Perang Antara Bone Dengan Belanda (1859-1860)
Bertitik tolak dari masa pemerintahan Tunipallangga Ulaweng, diadakan perhitungan ke belakang sampai pada masa pemerintahan raja Gowa pertama yang bernama Tumanurung Baineya yang diperkirakan memerintah sekitar tahun 1300.
Secara apriori, ada pendapat tentang sejarah pertumbuhan daerah di Sulawesi Selatan, di mana dianggap sebagai cikal bakal dari pembentukan suatu kerajaan dimulai pada masa raja pertamanya yang digelari To Manurung. Di Sulawesi Selatan, selain raja Gowa pertama Tumanurung Bainea, dikenal pula To Manurung yang lain seperti Mata Silompoe Manurungnge ri Matajang di Bone, Sampurusiang di Luwu, serta La Temmamala Manurungnge ri Sekkayili di Soppeng.
Maka demikian pula di Lamuru dikenal dengan Manurungnge ri Selorong yang diberi nama Petta Pitue Matanna. Manurungnge ri Selorong inilah yang dianggap sebagai cikal bakal raja pertama di Lamuru. Berdasarkan atas perhitungan kemunculan To Manurung di Sulawesi Selatan, maka dapat diperkirakan bahwa terbentuknya kerajaan Lamuru terjadi pada sekitar abad ke-14.
Dengan usaha sendiri serta tidak melepaskan diri dari imbasan kerajaan-kerajaan sekitarnya, Lamuru berusaha mempertahankan eksistensinya sebagai suatu kerajaan. [Abd. Muttalib. 1978. Lamuru, Selayang Pandang. Ujung Pandang: Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan].
Tuliskan Komentar