Teh merupakan salah satu minuman yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Berbagai varian dan olahan dari teh di era saat ini juga sudah sangat beragam jenisnya. Mulai dari teh celup serta bubuk siap seduh, teh kemasan botolan siap minum, teh dengan varian aroma melati dan berbagai varian rasa lainnya.
Namun, tahu kah kamu? Ternyata teh punya sejarah dan perjalanan yang cukup panjang hingga pada akhirnya teh itu bisa tersaji di setiap poci atau cangkir dan siap untuk kita minum, menemani pagi ataupun waktu santai kita.
Teh berasal dari Negeri Tiongkok
Sejarah teh bermula dari negeri Tiongkok yang menjadi tempat asalnya teh. Di sanalah pohon teh Tiongkok (Camellia sinensis) ditemukan dan berasal, tepatnya di provinsi Yunnan, bagian barat daya Tiongkok. Iklim Yunnan yang tropis dan subtropis, yaitu hangat dan lembap menjadi tempat yang sangat cocok bagi tanaman teh.
Yunnan memiliki banyak hutan purba, bahkan ada tanaman teh liar yang berumur 2,700 tahun dan selebihnya tanaman teh yang ditanam yang mencapai usia 800 tahun juga ditemukan di tempat ini.
Baca juga: Sejarah Kopi: Dari Asal-usul hingga Dibudidayakan di Indonesia
Sebuah legenda menceritakan bahwa penemu teh adalah seorang tokoh peramu obat-obatan yang bernama Shennong. Dikatakan dalam bukunya bahwa dia secara langsung mencoba banyak ramuan herbal dan menggunakan teh sebagai obat penawar bila ia terkena racun dari ramuan yang dicoba. Hidupnya berakhir karena ia meminum ramuan yang beracun dan tidak sempat meminum teh penawar racun menyebabkan organ dalam tubuhnya meradang.
Shennong sedang meramu teh. Foto: china.org.cn |
Sekitar abad ke-8 SM, Teh Tiongkok pada awalnya memang digunakan untuk bahan obat-obatan. Lalu pada sekitar tahun 770 SM-476 SM, orang-orang Tiongkok pada waktu itu menikmati teh dengan cara mengunyah untuk mendapatkan sari daunnya. Teh juga sering kali dipadukan dengan ragam jenis makanan dan racikan sup.
Pada zaman pemerintahan Dinasti Han (221 SM – 8 M), teh mulai diolah dengan proses yang terbilang sederhana, yaitu dibentuk membulat, dikeringkan, disimpan dan dijadikan sebagai minuman dengan cara diseduh dan dikombinasikan dengan ramuan lain misalnya jahe, dan kebiasaan ini melekat kuat dengan kebudayaan masyarakat Tiongkok.
Lebih jauh lagi, teh digunakan sebagai tradisi dalam menjamu para tamu. Setelah zaman Dinasti Ming, banyak ragam jenis teh kemudian ditemukan dan ditambahkan. Teh yang populer ini nantinya banyak dikembangkan di daerah Canton (Guangdong) dan Fukien (Fujian). Kebiasaan minum teh pun menyebar, bahkan melekat erat pada setiap lapisan masyarakat.
Baca juga: Sejarah Perdagangan Biji Pala, Rempah-Rempah yang Mengubah Dunia
Pada tahun 800 M, seorang tokoh yang bernama Lu Yu menulis buku berjudul Cha Ching yang mendefinisikan tentang teh. Dia merekam beragam metode dalam bertanam dan mengelola teh ala Tiongkok Purba.
Perjalanan teh ke Jepang
Di Jepang, konsumsi teh menyebar melalui kebudayaan Tiongkok yang akhirnya menjangkau setiap aspek masyarakat. Bibit teh dibawa ke Jepang oleh seorang pendeta Buddha bernama Yeisei yang melihat bahwa teh Tiongkok mampu meningkatkan konsentrasi saat bermeditasi. Dia dikenal sebagai bapak teh di Jepang, karena muasal inilah, teh Jepang erat kaitannya dengan Zen Buddhisme.
Teh diminati pula dalam kekaisaran Jepang, yang kemudian menyebar dengan cepat di kalangan istana dan masyarakat Jepang. Teh bahkan menjadi budaya dan bagian dari seni yang dituangkan dalam upacara teh Jepang, Cha No Yu.
Upacara minum teh di Jepang. Foto: niindo.com |
Perjalanan teh ke Barat
Budaya mengonsumsi teh yang sudah dilakukan di Tiongkok dan Jepang ternyata menjadi buah bibir di Eropa. Kelompok kafilah bahkan mendengar bagaimana orang-orang mengkonsumsi teh dan mendapatkan informasi yang samar. Orang Eropa yang secara personal menemukan teh dan kemudian menulis tentang teh adalah biarawan Yesuit Jasper de Cruz pada tahun 1560.
Baca juga: Sejarah Pedas Kayu Manis
Portugis menjalin hubungan dagang dengan Tiongkok, mengembangkan jalur dagang dengan mengkapalkan teh ke Lisbon. Selain Portugis, juga bangsa Belanda yang mengapalkan teh ke Prancis, Belanda, dan negara-negara Baltik. Teh kemudian semakin populer di dunia Barat.
Teh dibawa di Eropa pada zaman Elizabeth I dan kemudian menjadi tren dalam masyarakat Belanda. Teh menjadi minuman yang mahal pada waktu itu, sehingga para pedagang teh mendapatkan kemakmuran.
Masyarakat Belanda sangat menggemari teh dan konsumsi teh pun meningkat pesat, meskipun demikian banyak yang mempertanyakan manfaat teh dan berbagai dampak negatif lainnya. Apa pun itu, masyarakat pada umunya tidak lagi mempermasalahkan atau terpengaruh dan kembali menikmatinya.
Teh menjadi bagian dari masyarakat di Eropa dan ragam kombinasi konsumsi teh pun dicoba, seperti mencampurkannya dengan susu. Pada masa itu pun, teh disajikan pertama kali di restoran. Kedai minuman pun memberikan perkakas teh portabel lengkap disertai alat pemanasnya.
Teh juga menjadi sangat populer di Prancis, tetapi tidak berlangsung lama, kemudian digantikan popularitasnya dengan minuman yang memiliki daya tarik yang lebih kuat seperti anggur, kopi, dan cokelat.
Baca juga: Siapa Orang Pertama yang Berhasil Mengelilingi Dunia?
Pada tahun 1650, orang-orang Belanda sangat aktif dalam perdagangan sampai pada dunia Barat. Peter Stuyvesant yang membawa teh China ke Amerika pertama kali untuk koloninya di Manhattan (kini New York).
Masuknya teh di Indonesia
Tanaman teh pertama kali masuk ke Nusantara pada tahun 1684, berupa teh jenis sinensis dari Jepang yang dibawa oleh seorang berkebangsaan Jerman bernama Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai tanaman hias di Batavia.
Para pemetik teh di masa kolonial. Foto: andriyantomi.blogspot.com |
F. Valentijn, seorang rahib, juga melaporkan tahun 1694, bahwa ia melihat tanaman teh sinensis di halaman rumah gubernur jenderal VOC, Camphuys, di Batavia.
Pada abad ke-18 mulai berdiri pabrik-pabrik pengolahan (pengemasan) teh yang didukung oleh VOC.
Setelah berakhirnya pemerintahan Inggris di Nusantara, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Kebun Raya Bogor sebagai kebun botani (1817). Pada tahun 1826 tanaman teh melengkapi koleksi Kebun Raya, diikuti pada tahun 1827 di Kebun Percobaan Cisurupan di Garut, Jawa Barat. Dari sini dicoba penanaman teh dalam skala luas di Wanayasa, Purwakarta dan di lereng Gunung Raung, Banyuwangi.
Baca juga: Melihat Nusantara di Masa Lalu Lewat Litografi Karya Josias Cornelis Rappard
Karena percobaan ini dianggap berhasil, mulailah dibangun perkebunan skala besar yang dipelopori oleh Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson, seorang ahli teh, pada tahun 1828 di Jawa. Ini terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal van den Bosch. Teh pun menjadi salah satu tanaman komoditi dalam Sistem Tanam Paksa atau Cultuurstelsel.
Teh kering olahan dari Jawa tercatat pertama kali diterima di Amsterdam tahun 1835. Setahun berikutnya, dilakukan swastanisasi perkebunan teh.
Para pemetik teh di Perkebunan Teh Malabar, Bandung. Foto: majalahsedane.org |
Teh jenis assamica mulai masuk ke Jawa didatangkan dari Sri Lanka (Ceylon) pada tahun 1877, dan ditanam oleh R.E. Kerkhoven di kebun Gambung, Jawa Barat (sekarang menjadi lokasi Pusat Penelitian Teh dan Kina).
Karena sangat cocok dan produksinya lebih tinggi, secara berangsur penanaman teh sinensis diganti dengan teh jenis assamica, sejak itu pula perkebunan teh di Indonesia berkembang semakin luas. Pada tahun 1910 mulai dibangun perkebunan teh pertama di luar Jawa, yaitu di daerah Simalungun, Sumatera Utara.
Setelah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya, industri perkebunan teh dikelola oleh pemerintah Indonesia melalui nasionalisasi. Seiring dengan itu perusahaan-perusahaan pengolahan teh juga bermunculan, mulai dari teh kemasan botolan siap minum, maupun teh yang siap diseduh.
Tuliskan Komentar