Modern Sulsel

Cinta Kandas Karena Beda Agama

Mongisidi dan Emmy
Robert Wolter Mongisidi dan Emmy Saelan

Robert Wolter Mongisidi dan Emmy Saelan adalah dua sosok pemuda-pemudi asal Sulawesi yang menjadi pejuang kemerdekaan, namu tidak banyak yang tahu hubugan asmara keduanya.

Kebebasan dan kemerdekaan yang dinikmati saat ini tentunya tidak terlepas dari jasa para pahlawan. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia, memperjuangkan kemerdekaan melalui perlawanan di daerah masing-masing.

Khusus di Sulawesi, ada banyak nama pahlawan dan pejuang, beberapa di antaranya yang berasal dari kalangan pemuda-pemudi adalah Robert Wolter Monginsidi.

Robert Wolter Mongisidi dilahirkan dari keluarga Protestan di Manado pada tanggal 14 Februari 1925. Mongisidi berprofesi sebagai pengajar Bahasa Jepang secara berpindah-pindah di Liwutung, Minahasa, dan Luwuk, sebelum akhirnya pindah ke Makassar.

Baca juga: Inilah Sejarah Pembangunan Gereja Katedral Makassar

Ketika perang kemerdekaan antara Indonesia dengan Belanda pecah, Mongisidi dengan Ranggong Daeng Romo membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) pada tanggal 17 Juli 1946.

Selain Robert Wolter Mongisidi, terdapat pejuang dari kalangan pemuda-pemudi lainnya, yaitu Emmy Saelan yang merupakan pejuang perempuan. Emmy dilahirkan dari keluarga Islam di Malangke, Luwu Utara pada 15 Oktober 1924. Pada saat Emmy Saelan berusia 8 tahun, keluarnya pindah ke Makassar.

Saat perang kemerdekaan antara Indonesia dengan Belanda pecah, Emmy kemudian ikut berjuang dengan menjadi perawat. Pada bulan Juli 1946, ia menggabungkan diri dengan pasukan LAPRIS di bawah pimpinan Ranggong Daeng Romo dan Mongisidi.

Baca juga: Riwayat Perjuangan Laskar Gerakan Pemuda Tanete

Kedekatan Emmy Saelan dan Wolter Mongisidi selama pertempuran memunculkaan rumor tentang hubungan cinta dua pejuang ini. Namun tak berhasil karena beda agama.

Halimah Daeng Sikati, lulusan SMP Nasional tahun 1946, mengaku pernah mendengar cerita ini begitu pula Bachtiar, kawan Maulwi (kakak Emmy Saelan) ketika di SMP Nasional Makassar, persoalannya, tak ada bukti yang pasti soal relasi kasih antara Emmy dan Wolter Mongisidi. “Mereka dekat karena sama-sama pejuang saja” ujar Halimah.

Interaksi Emmy dan Wolter memang dimulai saat keduanya kerap bertemu di SMP Nasional Makassar. Sekolah ini dibangun pada Oktober 1945 oleh kaum Republikan yang disponsori Sam Ratulangi. Dulu sekolah ini berdiri disebelah rumah jabatan Gubernur di Gowa Weg, sekarang jalan Ratulangi.

Baca juga: Emmy Saelan, Pahlawan Perempuan yang Gugur di Medan Juang

Emmy dan Wolter Mongisidi terus bergerilya semasa penambahan serdadu Belanda, karena kalah kekuatan Emmy dan Wolter semakin tersudut. Pada tanggal 23 Januari 1947 sore, Wolter memilih mundur, tetapi Emmy yang telah terpisah dari Wolter tetap bertempur dengan sekitar 40 orang prajurit, itulah hari terakhir Wolter berjuang bersama Emmy.

Emmy semakin terdesak dan terkepung. Tentara Belanda memerintahkannya untuk menyerah, apalagi semua teman Emmy sudah tewas tertembak kecuali Emmy sendiri. Emmy tak peduli dengan perintah Belanda, untuk terakhir kalinya, Emmy melemparkan granat ke tengah-tengah tentara Belanda, sejumlah tentara Belanda tewas terbunuh, termasuk Emmy sendiri.

Sementara itu Wolter Monginsidi masih terus berjuang sampa akhirnya ditangkap oleh Belanda pada 28 Februari 1947, tetapi berhasil kabur pada 27 Oktober 1947. Belanda menangkapnya kembali dan kali ini Belanda menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Robert Wolter Mongisidi dieksekusi oleh tim penembak pada 5 September 1949.

2 Komentar

Tuliskan Komentar