Petta Pallase-lase’e merupakan raja Tanete ke IX yang berkuasa sekitar tahun 1603 hingga 1625, ia menggantikan saudaranya Petta Tomaburu Limmanna memerintah di kerajaan Tanete. Ia rajin berkunjung ke Gowa untuk makkasuwiyang (menyembah atau memeberi penghormatan) kepada raja Gowa. Di masa pemerintahannya, Petta Pallase-lase’e sukses membuat rakyatnya menjadi makmur, banyak masyarakat berhasil panen raya, dan seluruh binatang ternak masyarakat berkembang biak. Oleh karena itu, berdatanganlah para saudagar yang singgah berlabu di Tanete. Saudagar-saudagar utu ada yang berasal dari Bone, Wajo, Belawa, Sidenreng, Buki, Luwu, dan Mandar. Bahkan ada diantara mereka yang telah membuat perumahan di dalam kota.
Melihat banyaknya orang dari berbagai negeri yang berdatangan ke Tanete untuk melakukan perdagangan dan perniagaan, Petta Pallasae-lase’e memanfaatkan peluang ini untuk menambah pendapatan kerajaan Tanete, mulailah dilakukan pemungutan pajak kepada para sudagar-saudagar tersebut.
Hal menarik dan unik dari Raja Petta Pallase-lase’e ini ialah banyaknya isteri selir yang ia miliki. Saking banyaknya selir yang ia punya, maka diutuslah masing-masing seorang penjaga untuk melindungi selir-selirnya itu. Namun untuk mencegah si pengawal berhubungan badan atau selingkuh dengan selirnya, maka para penjaga tersebut dikebiri terlebih dahulu, itulah sebabnya raja ini mendapat gelar Petta Pallase-lase’e. Selain itu, ia merupakn raja yang kaya raya, isi istananya dipenuhi dan disesaki padi, binatang ternaknya juga sangat banyak, rakyatnya juga hidup sejahtera, itulah sebabnya ia juga digelari Petta Sugie. Ia juga memperisterikan putri dari Johor sehingga kekayaannya pun semakin Bertambah. Keturunannya dari putri Johor kemudian diperintahkan bertahta di Lipukasi.
Makam Petta Pallase-Lase’E |
Selang beberapa lama Petta Pallase-lase’e menjadi raja di Tanete, masuklah pengaruh Agama Islam di Sulawesi Selatan. Diawali dengan kedatangan tiga orang datu yang menyebarkan agama Islam. Ketiga datu itu anatara lain, Datu Sulaiman, Datu Ribandang, dan Datu Ritiro. Ketiga datu ini menyebarkan agama Islam di Sulawesi Selatan dengan cara berpencar atau terpisah, Datu Sulaiman menyebarkan agama Islam di kerajaan Luwu, raja pertamanya yang memeluk Islam adalaha Datu Pattiware pada tahun 1603. Datu Ribandang menyebarkan agama Islam di kerajaan Gowa, raja pertamanya yang memeluk islam adalah I Mangorangi Daeng Manrabbia yang bergelar Sultan Alauddin pada tahun 1605. Sementara Datu Ritiro menyebarkan agama Islam di Bulukumba.
Pengaruh Agama Islam juga nantinya cepat menyebar dan masuk ke kerajaan Tanete, karena Tanete telah memiliki hubungan dekat dan ekerabatan dengan kerajaan Gowa. Kraeng Gowa yang saat itu dijabat oleh Sultan Alauddin menginginkan semua orang yang berdiam di Sulawesi harus masuk Islam. Bahkan ia menginginkan agar yang tidak mau masuk Islam harus diperangi. Itulah sebabnya pada waktu itu terjadi Musu Assellengeng (perang pengislaman) antara kerajaan Gowa dengan kerajaan Bone yang belum bersedia menerima ajaran Islam.
Pada tahun 1608, ketia itu Petta Pallase-lase’e datang berkunjung ke Gowa untuk menyembah, ia akhirnya diperintahkan oleh Sultan Alauddin untu masuk Islam. Dengan senang hati, akhirnya Petta Pallase-lase’e resmi menerima ajaran Agama Islam pada tahun 1608. Petta Pallase-lase’e kemudian ditugaskan untu menyebarkan agama Islam di sekitar kerajaan Tanete.
Keterangan masuknya Islam di Tanete ini dijelaskan dalam naskah klasik (manuskrip) milik Syamsuddin yang berjudul “Iyanae Kitta’ Pannesaengngi Assellengengnge ri Tanete.” Isi manuskrip tersebut menjelaskan bahwa setelah lima tahun lamanya Petta Pallase-lase’e memerintah di Kerajaan Tanete, datanglah serua raja Gowa kepada raja Tanete untuk datang ke kerajaan Gowa guna menerima agama Islam.
Petta Pallase-lase’e kemudin kembali ke Tanete untuk mengabarkan kepada rakyatnya bahwa resmilah kerajaan Tanete menganut agama Islam, kemudian seluruh rakyat Tanete juga harus memeluk agama Islam. Sedangkan masjid pertama di Tanete baru dibangun di Bungi pada tahun 1626 atau diakhir masa pemerintahan Petta Pallase-Lase’e. Setelah kerajaan Tanete memeluk agama Islam, Petta Pallase-lase’e berangkat ke kerajaan Nepo untuk mengislamkan Arung Nepo. Oleh karena itu, meski kerajaan Nepo dinaungi oleh empat kerajaan besar, diantaranya Ajatappareng, Suppa, Soppeng, dan Tanete, hanya kerajaan Tanete saja yang paling dihormati dan diutamakannya.
Masjid Lailatul Qaderi Lempang Bungi yang merupakan masjid tertua di Barru |
Sementara pengislaman di kerajaan-kerajaan di sekitar Tanete berlangsung secara damai, lain lagi dengan yang dilakukan kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa dengan gencar-gencarnya menyebarkan agama Islam melalui Perang Pengislaman melawan kerajaan besar lainnya, yaitu kerajaan Bone, Soppeng, Wajo, dan sekutu-sekutunya. Ketiga kerajaan besar ini kemudian bekerja sama menghadapi serangan dari Gowa, ketiganya kemudian melakukan perjanjian persekutuan, persekutuan ketiga kerajaan ini kemudian dikenal dengan persekutuan Tellumpoccoe. Persekutuan Tellumpoccoe menolak ajaran Islam karena mereka salah sangka mengira kalau ajaran Islam hanyalah akal-akalan kerajaan Gowa semata untuk menguasai dan mendominasi seluruh wilaya Sulawesi.
Setelah beberapa lama menjadi raja di Tanete, Petta Pallase-lase’e kemudin wafat, ia dikebumikan di Lempang Bungi, kemudian pemerintahannya di Tanete diagantikan oleh Matinroe Ribulianna.
Tuliskan Komentar