Barru Raya Kuno

Perspektif Baru Sejarah Kemunculan Kerajaan Nepo

Kerajaan Nepo adalah sebuah kerajaan berdaulat yang berpengaruh penting di sulawesi selatan pada masa lampau, sekarang wilayah kerajaan ini telah menjadi bagian dari Kabupaten Barru dan sebagian Kota Parepare.

Seperti halnya beberapa kerajaan-kerajaan lain yang pernah berdiri di Sulawesi Selatan, hampir semua kerajaan itu sulit untuk dilacak kapan pastinya suatu kerajaan itu berdiri. Kendalanya ada pada sumber sejarah yang sangat terbatas. Kalaupun sumber yang mengisahkan pendirian kerajaan itu ada, namun biasanya pada sumber itu tidak terdapat angka tahun yang bisa diinterpretasi.

Hal ini juga berlaku sama pada Kerajaan Nepo di Barru, sangat sedikit sumber yang mengungkapkan sejarah awal berdirinya kerajaan ini. Pada umumnya sumbernya hanya berupa penuturan secara lisan yang dituturkan secara turun-temurun. Selain itu terdapat juga berupa kronik-kronik seperti lontara, namun sekali lagi dalam lontara itu sangat jarang dituliskan angka penanggalan.

Baca juga: Lontara’ Sebagai Sumber dalam Penulisan Sejarah di Sulawesi Selatan

Dalam beberapa sumber dan tulisan, dikatakan kerajaan Nepo mulai berkembang pada sekitar abad ke-16, bersamaan ketika itu Raja Gowa, I Mario Gau Bonto Karaeng Lakiung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565) mulai melakukan perluasan kekuasaan di Sulawesi Selatan.

Meski demikian, tidak diketahui kapan berdirinya kerajaan ini. Hanya dijelaskan dalam beberapa buku bahwa Kerajaan Nepo awalnya dipimpin oleh 40 raja secara bersama-sama, keempat puluh raja ini kemudian digelari Arung Patappuloe (Raja Empat Puluh).

Keempat puluh raja ini memang masih memiliki hubungan kekeluargaan hingga hubungan kekerabatan. Hanya beberapa nama saja yang diketahui dan disebutkan dalam Lontara Nepo, adapun beberapa nama-nama raja Arung Patappuloe itu diantaranya Arung Talabangi, Arung Pacciro, Arung Taggilitta, Arung Pabbiungngeng, Arung Lattureng, Arung Langello, Arung Massikku, Arung Cimpu, Arung Maroanging, Arung Dusung, dan Arung Ngatappa.

Baca juga: Arung Patappuloe: Empat Puluh Raja yang Memerintah Secara Bersamaan

Lalu, dari mana asal-usul keempat puluh raja ini?

Pada sebuah kunjungan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Barru Bidang Kebudayaan, didampingi oleh Polsus Cagar Budaya Sulawesi Selatan pada hari Rabu (18 Maret 2020) dalam rangka pengumpulan data sejarah Kerajaan Nepo, berhasil mengumpulkan keterangan mengenai asal-usul berdirinya Kerajaan Nepo dari narasumber, Pak Hamid, yang ditemui di kediamannya di Pattanrongnge, Desa Nepo, Kecamatan Mallusetasi, Barru.

Tim dari Dinas Pendidikan Kabupaten Barru saat menemui Pak Hamid
Tim dari Dinas Pendidikan Kabupaten Barru saat menemui Pak Hamid. Foto: Abdul Azis

Menurut bapak Hamid, ia menjelaskan bahwa Kerajaan Nepo dirintis pertama kali oleh seorang tokoh yang bernama Baso Tungke. Baso Tungke merupakan putra dari Pajung Luwu, To Palaguna. Sementara To Palaguna sendiri menikah dengan Datu Tanete, Patteke Tana Daeng Tennisanga.

Baso Tungke kemudian datang ke wilayah Nepo dan mendirikan Kerajaan di wilayah itu. Nama Nepo sendiri berasal dari pepatah Bugis “Nepona Bulu, Lusena Tasi.” Baso Tungke kemudian memiliki keturunan tujuh orang anak, ketujuh anaknya ini selanjutnya dikenal dengan julukan Puang Pitu (Tujuh Tuan).

“Baso Tungke ini diangkat menjadi raja di Nepo, ia lebih dulu memerintah dari Arung Patappuloe, Baso Tungke inilah yang melahirkan tujuh orang anak yang digelari Puang Pitue.” Tutur Bapak Hamid yang berusia 81 tahun itu kepada tim Dinas Pendidikan.

Baca juga: Kisah Arung La Bongngo: Raja Nepo yang Dianggap Bodoh

Bapak Hamid yang berprofesi sebagai Pensiunan Polri serta mantan Kepala Desa Nepo Itu melanjutkan penjelasannya bahwa Setelah beberapa lama memerintah, Baso Tungke selanjutnya menyerahkan kepemimpinannya kepada anak-anaknya yang bergelar Puang Pitue. Puang Pitue kemudian masing-masing melahirkan beberapa anak, anak-anaknya ini kemudian bergelar Arung Patappuloe yang selanjutnya menjadi raja di Kerajaan Nepo.

“Puang Pitue inilah melahirkan beberapa keturunan yang kemudian digelari sebagai Arung Patappuloe, yang kelak nantinya menjadi raja di Nepo.” Ungkapnya.

Dalam melaksanakan pemerintahan Arung Patappuloe, tidak ada satu raja yang memiliki kedudukan lebih tinggi, kesemua empat puluh raja ini semuanya sama-sama berkuasa, disinilah kesulitannya, maka timbullah keinginan untuk memilih salah seorang yang berhak berkuasa secara penuh di kerajaan Nepo, namun tak pernah ada kesepakatan siapa diantara mereka yang berhak berkuasa secara penuh.

Maka untuk mengatasi permasalahan tersebut, diangkatlah Arung Labongo yang merupakan keturunan Raja Suppa menjadi raja di Nepo. Pengangkatan La Bongo sebagai Arung Nepo itu yang bukan merupakan dari Arung Patappuloe bertujuan untuk menghindari kecemburuan di antara Arung Patappuloe. Selain itu juga untuk mempererat hubungan kekerabatan antara Kerajaan Nepo dan Suppa.

Di masa pemerintahan Arung La Bongo inilah kerajaan Nepo mengalami masa puncak kejayaannya.

1 Komentar

Tuliskan Komentar