Sudah kah minum kopi hari ini? Kopi merupakan salah satu minuman yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia, yang terkenal akan budaya minum kopinya setiap saat. Berbagai varian dan olahan dari kopi di era saat ini juga sudah sangat beragam jenisnya.
Namun, tahu kah kamu? Ternyata kopi punya sejarah dan perjalanan yang cukup panjang hingga pada akhirnya kopi itu bisa tersaji di setiap cangkir dan siap untuk kita seruput.
Sejarah penemuan kopi sebagai minuman berkhasiat dan berenergi pertama kali ditemukan oleh Bangsa Etiopia di benua Afrika sekitar 3000 tahun yang lalu. Era pengolahan biji kopi dimulai sekitar tahun 800 SM, pendapat lain mengatakan pada tahun 850 M.
Pada saat itu, banyak orang di Benua Afrika, terutama bangsa Etiopia, mengonsumsi biji kopi yang dicampurkan dengan lemak hewan dan anggur untuk memenuhi kebutuhan protein dan energi tubuh.
Baca juga: Sejarah Perdagangan Biji Pala, Rempah-Rempah yang Mengubah Dunia
Kata kopi sendiri awalnya berasal dari bahasa Arab yaitu qahwah yang berarti kekuatan, karena pada awalnya kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Kata qahwah kembali mengalami perubahan menjadi kahveh yang berasal dari bahasa Turki dan kemudian berubah lagi menjadi koffie dalam bahasa Belanda. Penggunaan kata koffie segera diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata kopi yang dikenal saat ini.
Penemuan kopi sendiri awalnya terjadi secara tidak sengaja, ketika seorang penggembala kambing yang bernama Khalid dari Abyssinia, mengamati kawanan kambing gembalaannya sedang memakan tanaman yang mirip sejenis buah beri. Namun anehnya, ketika malam tiba, seluruh kambingnya tetap aktif dan terjaga sepanjang malam. Ia pun mencoba memasak dan memakan buah yang sama seperti dimakan kambingnya itu.
Ternyata benar, tanaman ini bisa membuat orang berstamina. Kebiasaan mengkonsumsi biji-bijian ini kemudian terus berkembang dan menyebar ke berbagai negara di Afrika, namun metode penyajiannya masih menggunakan metode konvensional. Barulah beberapa ratus tahun kemudian, biji kopi ini dibawa melewati Laut Merah dan tiba di Arab dengan metode penyajian yang lebih maju.
Bangsa Arab yang memiliki peradaban yang lebih maju daripada bangsa Afrika saat itu, tidak hanya memasak biji kopi, tetapi juga direbus untuk diambil sarinya. Pada abad ke-13, umat Muslim banyak mengonsumsi kopi sebagai minuman penambah energi saat beribadah di malam hari. Kepopuleran kopi pun turut meningkat seiring dengan penyebaran agama Islam pada saat itu hingga mencapai daerah Afrika Utara, Mediterania, dan India.
Baca juga: Sejarah Pedas Kayu Manis
Pada masa ini, belum ada budidaya tanaman kopi di luar daerah Arab karena bangsa Arab selalu mengekspor biji kopi dengan cara memasak dan mengeringkannya terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan biji kopi yang dikirim keluar Arab tidak bisa ditanam. Barulah pada tahun 1600-an, seorang peziarah India bernama Baba Budan berhasil membawa biji kopi keluar dari Mekah dan menumbuhkannya di berbagai daerah di luar Arab.
Biji kopi dibawa masuk pertama kali ke Eropa secara resmi pada tahun 1615 oleh seorang saudagar dari Venesia. Ia mendapatkan pasokan biji kopi dari orang Turki, namun jumlah ini tidaklah mencukupi kebutuhan pasar. Oleh kerena itu, bangsa Eropa mulai membudidayakannya.
Sejarah kopi di Indonedia bermula ketika bangsa Belanda membawa kopi masuk ke Indonesia. Bangsa Belanda adalah salah satu negara Eropa pertama yang berhasil membudidayakannya pada tahun 1616. Kemudian pada tahun 1690-an, biji kopi dibawa ke Pulau Jawa untuk dibudidayakan secara besar-besaran. Pada saat itu, Indonesia masih merupakan negara jajahan Kolonial Belanda.
Litografi karya Josias Cornelis Rappard yang menggambarkan suasana perkebunan kopi di Malang, Jawa Timur. Foto: Wikimedia Commons. |
Awalnya Belanda membudidayakan tanaman kopi tersebut di Kedawung, sebuah perkebunan yang terletak dekat Batavia. Namun upaya ini gagal kerena tanaman tersebut rusak oleh gempa bumi dan banjir.
Upaya kedua dilakukan pada tahun 1699 dengan mendatangkan stek pohon kopi dari Malabar. Pada tahun 1706 sampel kopi yang dihasilkan dari tanaman di Jawa dikirim ke negeri Belanda untuk diteliti di Kebun Raya Amsterdam. Hasilnya sukses besar, kopi yang dihasilkan memiliki kualitas yang sangat baik.
Baca juga: Melihat Nusantara di Masa Lalu Lewat Litografi Karya Josias Cornelis Rappard
Selanjutnya tanaman kopi ini dijadikan bibit bagi seluruh perkebunan yang dikembangkan di Indonesia. Belanda pun memperluas areal budidaya kopi ke Sumatera, Sulawesi, Bali, Timor dan pulau-pulau lainnya di Indonesia.
Pada tahun 1878 terjadi tragedi yang memilukan. Hampir seluruh perkebunan kopi yang ada di Indonesia terutama di dataran rendah rusak terserang penyakit karat daun atau Hemileia vastatrix (HV). Kala itu semua tanaman kopi yang ada di Indonesia merupakan jenis Arabika. Untuk menanggulanginya, Belanda mendatangkan spesies kopi liberika yang diperkirakan lebih tahan terhadap penyakit karat daun.
Sampai beberapa tahun lamanya, kopi liberika menggantikan kopi arabika di perkebunan dataran rendah. Di pasar Eropa kopi liberika saat itu dihargai sama dengan arabika. Namun rupanya tanaman kopi liberika juga mengalami hal yang sama, rusak terserang karat daun. Kemudian pada tahun 1907 Belanda mendatangkan spesies lain yakni kopi robusta. Usaha kali ini berhasil, hingga saat ini perkebunan-perkebunan kopi robusta yang ada di dataran rendah bisa bertahan.
Pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1945, seluruh perkebunan kopi Belanda yang ada di Indonesia di nasionalisasi. Sejak itu Belanda tidak lagi menjadi pemasok kopi dunia.
Tuliskan Komentar