Modern Mondial

Kesaksian Pilot Amerika yang Menjatuhkan Bom Atom di Jepang

American bomber pilot Paul W. Tibbets Jr. (center) stands with the ground crew of the bomber Enola Gay, which Tibbets flew in the atomic bombing of Hiroshima, Tinian island, Northern Marianas, August 1945.
Pemboman Amerika terhadap dua kota besar Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 adalah peristiwa sejarah yang membuat trauma masyarakat dunia hingga saat ini.

Pemboman dengan menggunakan bom atom yang dikenang sebagai sejarah besar peperangan dan penderitaan besar rakyat Jepang atas politik perang mereka.

Bom atom telah melulu lantakkan kedua kota itu hingga mengalami penderitaan yang panjang dari generasi ke generasi akibat radiasi kimia yang diturunkan lewat genetika. Pemboman itu mengakibatkan kehancuran yang merata di daerah itu.

Film Dokumenter dari Discovery Channel menggambarkan betapa menderitanya rakyat dua kota tersebut yang tertimpa bom atom berkekuatan antara 15.000 dan 20.000 ton TNT. Semua itu dilakukan oleh Amerika dan Sekutu dengan alasan untuk membungkam angkatan perang kekaisaran Jepang yang terkenal sangat heroik, pantang menyerah dan loyal kepada kaisar mereka.

Baca juga: Mengapa Jepang Menyerang Pearl Harbor?

Jepang sendiri akhirnya bertekuk lutut pada Sekutu enam hari setelah dijatuhkan bom atom tersebut tepat pada tanggal 15 Agustus 1945, yang kemudian disusul dengan kemerdekaan Indonesia dua hari kemudian, yang menurut beberapa orang merupakan hadiah pemberian Sekutu.

Kru pesawat bomber B-29 Enola Gay
Kru pesawat bomber B-29 Enola Gay sebelum berangkat. Foto: npr.org

Bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima pada tanggal 6 Agustus dinamai Little Boy yang berarti bocah kecil, dan yang dijatuhkan di Nagasaki pada tanggal 9 Agustus dinamai Fat Man atau pria gemuk.

Bom-bom tersebut dijatuhkan dari sebuah pesawat B-29 Flying Superfortress bernama Enola Gay, pilot pesawatnya adalah Letkol Paul W. Tibbets, dari ketinggian sekitar 9.450 meter. Senjata ini meledak pada jam 08.15 pagi Waktu Jepang ketika dia mencapai ketinggian 550 meter.

Baca juga: Sistem Pendidikan di Indonesia Pada Masa Penjajahan Jepang

Untuk menjatuhkan bom ini, pesawat memang terbang cukup tinggi dan sang pilot menggunakan pelindung mata khusus anti radiasi.

Dalam sebuah dokumenter tersebut terlihat para pengebom memiliki tekanan jiwa yang sangat besar karena akan menjatuhkan bom dahsyat itu ke tengah-tengah pemukiman penduduk. Namun, mereka tetap melakukannya demi tugas bangsa.

Ada sebuah kejadian yang diabadikan  di sana di saat bom atomnya dijatuhkan.

satu cahaya yang terang memenuhi pesawat,” begitu tulis Tibbets. “Kami memutar pesawat kembali untuk melihat Hiroshima. Kota tersebut tersembunyi di balik awan yang mengerikan itu, mendidih, mengembang berbentuk jamur.”

Setelah itu beberapa saat tidak ada yang bicara. “Lihat itu! Lihat itu! Lihat itu..!” seru kopilot Roberts Lewis sambil menepuk bahu Tibbets.

Baca juga: Sistem Pendidikan Islam di Indonesia Pada Masa Penjajahan Jepang

Lewis mengatakan ia bisa merasakan pembelahan atom, proses yang terjadi ketika bom atom meledak. Rasanya seperti timah hitam. Ia lalu berbalik untuk menulis dalam catatannya. “Tuhan, apa yang telah kami lakukan?” tanyanya pada diri sendiri.

Awan jamur bom atom di langit Hiroshima (kiri) dan Nagasaki (kanan). Foto: wikipedia.org

Sesaat setelah dijatuhkan dan bom tersebut meledak, pesawat bomber B-29 tersebut bergetar sangat hebat. Sementara 10.000 meter di bawah mereka tersebut, Hiroshima hancur berantakan dengan gempa dahsyat dan gelombang panas 4.000 derajat celcius. manusia yang terbakar panas, tersengat radiasi nuklir, dan mati saat itu juga.

Tercatat selain jumlah korban tewas tersebut, beberapa tahun kemudian, 200.000 orang menyusul tewas karena penyakit akibat radiasi, luka bakar stadium tinggi dan leukimia, serta masih banyak penyakit lainnya. Dampak radio aktif mencapai 20 km dari lokasi jatuhnya bom tersebut. [N. Cahyo, Agus. 2013. Pembantaian-Pembantaian Mengerikan Dalam Perang Dunia I dan II. Yogyakarta: Palapa].

Tuliskan Komentar